Gus Bowii
Serat Pararaton menceritakan masa kecil Ken Arok sebagai anak Dewa Brahma, bukan sekedar titisan. Al kisah, suatu hari sewaktu sang Brahma melayang-layang melihat seorang perempuan muda mencuci di kali. Ada sesuatu yang memancar, menarik perhatian dan Brahma pun mendarat. Singkat cerita, terjadilah proses pembuahan itu dan lahirlah Ken Arok sebagai hasilnya. Dilahirkan sebagai anak dewa, logika kehebatan Ken Arok sudah ditentukan sejak dalam kandungan. Bahwa masa kecilnya pernah dibesarkan seorang maling yang mengasah ketajamannya, menjadi pemimpin perampok di masa muda dan menjadi murid Begawan Lohgawe lantas menjadi sekedar pelengkap kisah pengembangan kapasitas.
Serat Pararaton menceritakan masa kecil Ken Arok sebagai anak Dewa Brahma, bukan sekedar titisan. Al kisah, suatu hari sewaktu sang Brahma melayang-layang melihat seorang perempuan muda mencuci di kali. Ada sesuatu yang memancar, menarik perhatian dan Brahma pun mendarat. Singkat cerita, terjadilah proses pembuahan itu dan lahirlah Ken Arok sebagai hasilnya. Dilahirkan sebagai anak dewa, logika kehebatan Ken Arok sudah ditentukan sejak dalam kandungan. Bahwa masa kecilnya pernah dibesarkan seorang maling yang mengasah ketajamannya, menjadi pemimpin perampok di masa muda dan menjadi murid Begawan Lohgawe lantas menjadi sekedar pelengkap kisah pengembangan kapasitas.
Tanpa kesulitan berarti, Ken Arok pun berhasil merebut Kadipaten Tumapel dan
Ken Dedes dari Tunggul Ametung. Kurang dari 10 tahun kemudian, dengan dukungan
koalisi para brahmana, Ken Arok mengalahkan Raja Kediri, Kertajaya. Ken Arok
lantas mendirikan Singasari di atas puing Kediri dan menjadi raja dengan gelar
Rajasa. Dia menurunkan raja-raja Singasari, menjadi leluhur raja-raja
Majapahit, bahkan raja Demak, Pajang, dan kemudian Mataram pun masih terkait dengan Wangsa Rajasa.
Begitulah Pararaton membangun konstruksi sejarah raja-raja Jawa sebagai sosok
supra human yang memang sudah hebat sejak lahir.
Tapi Pararaton tidak sendirian dalam hal ini. Kakawin Gajahmada yang ditulis
seorang Mpu di Bali juga menceritakan masa kecil Gajahmada dengan cara yang
sama. Sama-sama keturunan Dewa Brahma seperti Ken Arok. Bagaimana Gajahmada
mengembangkan kapasitas menjadi tidak penting dikisahkan. Paling baru, di
kalangan tertentu, Presiden Sukarno pun diceritakan mempunyai entitas yang sama
dengan Ken Arok dan Gajah Mada. Dan beliau pernah mendapatkan julukan sebagai
Putra Sang Fajar untuk hal ini.
Wafatnya Gus Dur membuat saya mengingat sosok-sosok yang dianggap supra human
di atas. Betapa tidak, Gus Dur mempunyai begitu banyak bakat dan kapasitas yang
luar biasa. Baik di bidang kebudayaan, pejuang demokrasi dan kesetaraan,
penegakan Hak Asasi Manusia, serta kapasitas gaulnya yang menembus segala sekat
–agama, suku, bangsa. Untungnya, kisah tentang masa kecil, perjalanan Gus Dur muda
sewaktu sekolah, serta kuliah di Mesir dan Irak cukup mudah didapat. Banyak
buku tentang Gus Dur dan media massa mampu menyediakan profil Gus Dur dengan
cukup lengkap.
Mudah-mudahan hal ini mampu berikan inspirasi untuk teladani kapasitas dan
prestasi Gus Dur sebagai manusia biasa. Bukan hanya lihat Presiden ke-4 RI ini
sebagai berdarah biru NU dan pandang dengan kagum sebagai sosok berkapasitas
dewa.
Selamat jalan Gus Dur, Anda wariskan banyak keteladanan dan inspirasi. Semoga
tempat terbaik di sisi Allah bagi Anda. Amin ya robbal alamiin.***
No comments:
Post a Comment