Agus Wibowo
Alkisah
gemparlah para bangsawan dan raja di kerajaan Astina, Amarta, dan Dwarawati.
Entah darimana tiba-tiba muncul kerajaan baru Sonyawibawa dengan raja baru yang
menyandang gelar seperti sebaris mantra “Belguelbeh Tongtongsot”. Dia berhasil
membangun koalisi atau persekongkolan dengan Batara Guru, rajanya para dewa,
dan membuat keonaran dan ontran-ontran di seantero jagat. Para raja dan
bangsawan Astina, Amarta, dan Dwarawati pun menghentikan perang antar-mereka
bahkan sepakat membentuk blok untuk melawan raja baru yang pongah dari
Sonyawibawa. Bala tentara dikerahkan bersama dari segala penjuru untuk
mengepung kerajaan yang muncul dari antah berantah ini. Tapi semuanya bisa
dipukul mundur. Semua makin penasaran “Siapakah gerangan raja baru ini?” Belum
pernah terjadi ada raja yang tidak mereka kenal sebelumnya.
![]() |
Petruk Paling Jangkung dalam Keluarga Punakawan |
Usut
punya usut, ditilik dari ciri-cirinya, orang menduga raja itu adalah Petruk,
anak kedua Semar. Meskipun memakai beskap raja dan menyandang keris yang
merupakan simbol ksatria, Petruk dikenal dari hidungnya yang panjang dan
mulutnya yang selebar muka. Bambang Priyambada dan Dewi Mustakaweni pun
teringat telah menitipkan Pusaka Kalimasada kepada Petruk. Petruk yang diminta
menyimpan Kalimasada di tempat aman ternyata tergoda dan ingin dapat untung
dari kesaktian Kalimasada. Menyadari kekurangajaran petruk, para dewa pun turun
tangan. Kresna mengadu pada Semar dan Gareng yang segera bertindak menasehati
Petruk. Singkat cerita Prabu Belguelbeh Tongtongsot pun insyaf. Beskap raja
segera diganti baju hitam plus rompi kotak-kotak dan keris pun diganti dengan kapak
kecil (pethil) yang lebih pantas disandang wong cilik. Begitu
Ada tiga
hal patut dicatat dari lakon ini. Pertama,
cerita ini jelas tidak ada di Mahabarata versi India. Jangankan Petruk jadi
raja, Petruknya sendiri pun tidak ada, karena wayang versi India tidak ada
punakawan. Kedua, ada Kalimasada yang
memiliki kesaktian sampai seorang Petruk pun bisa jadi raja. Ketiga, yang bikin
heran, “Mengapa sih orang rese pas Petruk jadi raja, sampai-sampai libur perang
dan malah kompak bikin front ganyang Petruk?” Apa dianggap tidak pantas karena hidungnya
panjang? Atau karena Petruk adalah rakyat kecil?
Kisah
Petruk Menjadi Raja bisa dipandang dalam beberapa perspektif yang berbeda. Perspektif
pertama,
dari kacamata monarki, yang memandang kekuasaan hanya sebagai milik sedikit
orang yang diturunkan oleh yang mempunyai kekuasaan sebelumnya. Misalnya dari raja
kepada putranya atau dibangun oleh kaum bangsawan yang hidup dan dididik oleh
pemegang kekuasaan. Dalam perspektif ini, kekuasaan hanya akan bisa bermanfaat
apabila dipegang oleh pemilik trah dan dialiri darah biru. Kekuasaan akan
menghasilkan kekacauan apabila dipegang oleh rakyat jelata, seperti yang Petruk.
Perspektif
kedua, dari kacamata golongan
oligarki kekuasaan, yaitu kalangan politisi yang dalam kehidupan
sehari-harinya bekerja untuk kekuasaan dan mendayagunakan kekuasaan untuk
mendapatkan sebesar-besarnya manfaat bagi negara dan terutama golongannya. Ketiga, memandang kekuasaan sebagai
instrumen bagi warga negara untuk mendapatkan hak-haknya dan untuk membangun
kesejahteraan bersama. Dalam konteks ini berlaku prinsip demokrasi dimana
kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Bagaimanapun suara
rakyat adalah suara Tuhan, yang menjadi mandat untuk memanfaatkan uang dari rakyat
bagi kesejahteraan rakyat.
Rakyat
yang memegang kekuasaan belum tentu lantas bisa dipastikan bahwa akan berpihak
kepada rakyat. Seperti “Pusaka Kalimasada”, kekuasaan memberikan banyak peluang
kepada pemegangnya untuk mendapatkan keuntungan. Rakyat seperti Petruk mungkin
ingin memanfaatkan kekuasaan untuk mengalahkan lawan dan materi, tapi para elit kaya punya
ketertarikan lebih besar terhadap materi, bahkan menjadi sarana transaksikan untuk uang lebih besar. Bahkan mereka
yang sudah kaya punya kebutuhan uang yang jauh lebih besar, tak terbatas. Jadi,
tidak beda kekuasaan jika dipegang petruk atau elit bangsawan atau pewaris
tahta ‘lain’. Yang penting adalah bagaimana mendapatkan mandat dari rakyat sebagai
pemilik suara Tuhan.***
No comments:
Post a Comment