Gus Bowii
Dalam sejarah kerajaan di Indonesia, ada tiga pearis tahta yang memilih untuk tidak megambil hak warisnya. Tiga tokoh dalam sejarah monarkhi nusantara tersebut adalah Airlangga, Sangrama Wijaya dan Raden Patah. Airlangga adalah pewaris tahka Kerajaan Bali, tapi memilih mendirikan Kerajaan Kahuripan yang kemudian dipecah menjadi Kerajaan Kediri dan Jenggala. Sangrama Wijaya adalah pewaris tahta Kerajaan Sunda yang memilih tingga di Singasari kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit. Raden Patah adalah putra Bre Kertabumi yang menjadi Raja Majapahit Timur –Raja Majapait Pertama yang bergelar Brawijaya. Perebutan Kekuasaan yang terjadi di Majapahit membuat Raden Patah dan Pendukungnya mendirikan Kerajaan Demak untuk konsolidasi entitas muslim di pesisir utara Pulau Jawa.
Dalam sejarah kerajaan di Indonesia, ada tiga pearis tahta yang memilih untuk tidak megambil hak warisnya. Tiga tokoh dalam sejarah monarkhi nusantara tersebut adalah Airlangga, Sangrama Wijaya dan Raden Patah. Airlangga adalah pewaris tahka Kerajaan Bali, tapi memilih mendirikan Kerajaan Kahuripan yang kemudian dipecah menjadi Kerajaan Kediri dan Jenggala. Sangrama Wijaya adalah pewaris tahta Kerajaan Sunda yang memilih tingga di Singasari kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit. Raden Patah adalah putra Bre Kertabumi yang menjadi Raja Majapahit Timur –Raja Majapait Pertama yang bergelar Brawijaya. Perebutan Kekuasaan yang terjadi di Majapahit membuat Raden Patah dan Pendukungnya mendirikan Kerajaan Demak untuk konsolidasi entitas muslim di pesisir utara Pulau Jawa.
Airlangga Pendiri Kerajaan Kahuripan
Airlangga kini terkenal sebagai
nama perguruan tinggi negeri di Kota Surabaya Jawa Timur, yaitu Universitas
Airlangga. Siapakah sebenarnya Airlangga? Airlangga adalah putra Udayana Raja
Bedahulu di Pulau Bali dan ibunya sorang putri Mpu Sindok pendiri Kerajaan
Medang yang berpusat di daerah Magetan-Nganjuk-Kertosono-Jombang di Jawa Timur
saat ini. Airlangga dilahirkan pada tahun 990. Pada usia 16 tahun Airlangga
dijodohkan dengan putri Darmawangsa pada tahun 1006. Di hari pesta
pernikahannya, Istana Kerajaan Medang diserang oleh bala tentara Kerajaan
Wurawari yang menjadi sekutu Kerajaan Sriwijaya. Penyerangan besar-besaran ini
terjadi satu tahun setelah tentara Dharmawangsa menyerang Kerajaan Sriwijaya di
Palembang dan mengalami kegagalan.
Dalam serangan ini Raja
Dharmawangsa tewas, sedangkan Airlangga berhasil menyelamatkan diri dan menjadi
pelarian ke hutan dan gunung ditemani pengawalnya mpu Narotama. Setelah tiga tahun
dalam pelarian, Airlangga didatangi utusan sisa-sisa pasukan dan pejabat
Kerajaan Medang yang selamat. Dari keturunan Mpu Sindok yang selamat dari
serangan Kerajaan Wurawari dan Kerajaan Sriwijaya, Airlangga dianggap yang
pantas menjadi penerus Kerajaan Medang. Airlangga menerima permintaan
pendukunganya kemudian mendirikan pusat kerajaan baru di lereng Gunung
Penanggungan –yang bisa menjangkau wilayah Mojokerto, Sidoarjo dan Pasuruan
saat ini. Airlangga menemukan momentum karena Kerajaan Sriwijaya mengalami
kemunduran setelah diserang secara besar-besaran oleh Kerajaan Cola Mandala
dari India pada tahun 1023.
Melemahnya pengaruh Kerajaan
Sriwijaya ini memberikan keleluasaan kepada Airlangga untuk merebut kembali
wilayah-wilayah di Pulau Jawa yang melepaskan diri dari pengaruh Medang. Mulai
tahun 1025 Airlangga memperluas kekuasaan di Pulau Jawa, dia memulai
konsolidasi sisa-sisa kekuatan Kerajaan Medang dan melipatgandakan kekuatan
militer. Pada saat pusat kekuatannya di Watan Mas diserbu oleh musuh, Airlangga
sudah mempunyai kekuatan yang dipusatkan di Kahuripan –daerah Sidoarjo
sekarang. Dari Kahuripan, Airlangga mulai menaklukkan kerajaan-kerajaan yag ada
di Jawa Timur, diantaranya: Wisnuprabhawa raja Wuratan dan Panuda raja Lewa.
Pada tahun 1032 pasukan Airlangga dan mpu Narotama menaklukkan Kerajaan
Wurawari yang tidak cukup kuat tanpa dukungan Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun
1035, Pasukan Kerajaan Kahuripan menaklukkan kerajaan terakhir yaitu, Kerajaan
Wengker yang dipimpin Wijayarama. Penaklukan Kerajaan Wurawari yang membalaskan
dendam atas penghancuran Kerajaan Medang kemudian ditulis oleh Mpu Kanwa dalam
Kitab Arjuna Wiwaha –yang diadaptasi dari Mahabarata.
Pada tahun 1042, Airlangga
memutuskan untuk “lengser keprabon” dan menjadi pertapa di Gunung Penanggungan.
Sebelum melaksanakan niatnya menjadi biksu, Airlangga membagi Kerajaan
Kahuripan menjadi dua kerajaan untuk mencegah perebutan kekuasaan antara dua
anaknya: Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Sri Samarawijaya berkuasa di
Kerajaan Kediri yang berpusat di Daha yang baru dibangun sedangkan Mapanji
Garasakan berkuasa di kota lama Kahuripan.
Wijaya Pendiri Kerajaan Majapahit
Raden Wijaya adalah pendiri
Kerajaan Majapahit dari sisa-sisa Kerajaan Singasari yang dihancurkan oleh
Penguasa Gelang-Gelang. Dalam serangan ini Raden Wijaya selamat karena
menghadapi serangan kecil di luar kota pada saat serangan besar terjadi
langsung di istana Singasari yang menewaskan Raja Kertanegara. Dalam
pelariannya Wijaya menghubungi penguasa Sumenep, Aria Wiraraja, yang sebelumnya
merupakan pejabat kepercayaan Raja Wisnuwardana. Aria Wiraraja melobi
Jayakatwang agar menijinkan Raden Wijaya untuk membuka wilayah perburuan di
Hutan Tarik (Trowulan saat ini), yang kemudian tumbuh menjadi pusat konsolidasi
kekuatan sisa-sisa Singasari.
Raden Wijaya mendapatkan momentum
dengan datangnya pasukang Mongol yang akan menuntut balas atas perlakukan Raja
Singasari. Setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang berkat kerjasama pasukan
Mongol, pasukan Raden Wijaya berhasil mengusir tentara Mongol dengan perang gerilya
dan sabotase. Pada tahun 1293, Raden Wijaya ditahbiskan menjadi raja Kerajaan
Majapahit dengan gelar Prabu Kertarajasa Jayawardana. Dalam Prasasti Kudadu
yang dibuatnya pada tahun 1294 disebutkan bahwa nama asli Raden Wijaya adalah
Nararya Sangramawijaya dan menyebut Raden Wijaya sebagai keturunan Wangsa
Rajasa yang didirikan oleh Ken Arok –pendiri Kerajaan Singasari.
Siapa sebenarnya Raden Wijaya ada
kontroversi seperti nama panggilannya Raden Wijaya. Gelar “raden” belum ada di
masa Majapahit, tapi muncul di dalam Kitab Pararaton –kitab yang menceritakan
kisah Wangsa Rajasa. Nama sesungguhnya tertulis di Prasasti Kudadu yang dibuat
oleh Raden Wijaya sendiri yaitu “Nararya Sangramawijaya”. Pararaton menyebut
bahwa Raden Wijaya adalah putra Mahisa Cempaka seorang pangeran Singasari
sedangkan Kitab Negarakertagama menyebut bahwa Raden Wijaya adalah Putra Dyah
Lembu Tal seorang perwira yuda Kerajaan Singasari. Pararaton maupun
Negarakertagama tidak menyebutkan ibu Raden Wijaya. Dalam prasasti Balawi tahun
1305 Raden Wijaya menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa –tidak
menjelaskan asal usul orang tuanya.
Babad Tanah Jawi menceritakan
bahwa pendiri Kerajaan Majapahit adalah Jaka Susuruh putra dari Kerajaan
Pajajaran. Lebih lengkap dijelaskan bahwa ibu Raden Wijaya adalah Dyah Lembu
Tal putri Mahisa Cempaka dan ayahnya adalah Rakean Jayadarma, putra Mahkota
Kerajaan Sunda yang berkedudukan di Galuh. Waktu kecil Raden Wijaya tinggal di
Istana Galuh, begitu Rakean Jayadarma tewas, Dyah Lembu Tall membawa Raden
Wijaya pulang ke Singasari. Raden Wijaya yang sebenarnya memiliki hak atas
tahta Kerajaan Sunda, tapi besar di istana Kerajaan Singasari, menjadi
pangeran, dan kemudian menjadi pangeran paling legitimate untuk melanjutkan
Wangsa Rajasa karena berhasil mengalahkan Jayakatwang dan Kertanegara hanya
mempunyai anak-anak perempuan.
Raden Wijaya menikah dua anak
Kertanegara dan kemudian menikahi Putri Raja Melayu yang datang bersama
rombongan ekspedisi Pamalayu yang baru pulang. Raden Wijaya meninggal dunia
pada tahun 1309 dan digantikan oleh Jayanegara, putranya dari istri Putri
Melayu, Dara Putih. Putrinya dari permaisuri Gayatri Rajapadni, Tribuana
Tunggadewi, akhirnya naik tahta setelah Jayanegara terbunuh pada tahun 1328. Putri
sulung Raden Wijaya inilah yang kemudian mengangkat Gajah Mada menjadi
Mahapatih di Majapahit.
Raden Patah Pendiri Kesultanan Demak
Raden Patah adalah putra Raja
Brawijaya V Kerajaan Majapahit, yang bernama asli Bre Kertabumi, yang berkuasa
dari tahun 1468 sampai 1478. Ibu Raden Patah adalah selir Bre Kertabumi yang
merupakan putri Cina dari Kerajaan Campa. Karena dikhawatirkan sebagai ancaman
bagi permaisuri, sewaktu hamil, selir Putri Cina ini diusir dan tinggal di
Palembang yang dipimpin Arya Damar. Raden Patah dilahirkan di Palembang pada
1455 saat Bre Kertabumi masih menjadi Raja Negara Bagian di Kahuripan. Tidak
lama setelah Raden Patah lahir selir Kertabumi diperistri oleh Arya Damar, yang
kemudian mempunyai putra Raden Kosim. Setelah dewasa Raden Patah dan Raden
Kosim pergi ke Pulau Jawa untuk mendalami Agama Islam, dan akhirnya dipanggil
menghadap Bre Kertabumi. Brawijaya pun mengangkat Raden Patah sebagai bupati
Glagah Wangi. Raden Patah kemudian mengubah nama Glagah Wangi menjadi Demak dan
menetapkan ibukotanya di Bintara.
Kedatangan Raden Patah ke
Kerajaan Majapahit pada saat terjadi perebutan kekuasaan antara para bre
(pangeran) Majapahit yang sudah berkuasa di 14 daerah bawahan. Bre Kertabumi
menjadi Raja Majapahit setelah melakukan pemberontakan terhadap
Singhawikramawardhana pada tahun 1468. Singhawikramawardhana yang berhasil
selamat mendirikan pusat Pemerintah Majapahit di Negara Bawahan Daha.
Peperangan antara dua Raja Majapahit ini terus berlangsung.
Singhawikramawardhana wafat pada tahun 1474 dan digantikan oleh putranya
Ranawijaya. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan
kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu
1474 hingga 1519 dengan gelar Girindrawardhana, yang dikenal juga sebagai
Brawijaya VI. Meskipun kembali bersatu, Majapahit sudah sangat lemah karena
konflik yang panjang sehingga banyak negara bagian yang melepaskan diri dan
pengaruh kekuatan komunitas Islam yang makin besar.
Setelah kekalahan Bre Kertabumi
yang berkuasa di Majapahit oleh Girindrawardhana yang berpusat di Daha, Raden
Patah dengan dukungan masyarakat muslim mendeklarasikan Kabupaten Demak sebagai
Kerajaan Demak dan menyatakan perang terhadap Brawijaya VI yang berpusat di
Daha Kediri. Raden Patah diangkat menjadi Sultan Fatah yang berkuasa di
Kesultanan Demak, yang merupakan penerus Brawijaya V (Bre Kertabhumi). Perang
antara Kesultanan Demak dengan Majapahit yang berpusat di Daha Kediri
berlangsung sangat lama. Girindrawardhana wafat pada tahun 1498 dan digantikan
oleh putranya Patih Udara yang berkuasa sampai tahun 1518. Demak dibawah
pemerintahan Sultan Fatah, diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut
Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah
putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Raden Patah wafat pada tahun 1518
dan digantikan oleh menatunya Adipati Unus. Adipati Unus melakukan penyerangan
terhadap Portugis yang mulai menduduki Malaka pada tahun 1521. Pati Unus tewas
dalam penyerangan ini dan digantikan oleh Sultan Trenggono, putra Raden Patah.
Sultan Treggono berhasil memperkuat kekuasaannya kembali di Pulau Jawa dengan
menaklukkan beberapa daerah yang memberontak, termasuk Tuban, Madiun, Surabaya,
Pasuruan bahkan sampai Blambangan di ujung timur. Sultan Trenggono bersama
Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten juga berhasil merebut Sunda Kelapa
dari Kerajaan Sunda. Pada tahun 1546 Sultan Trenggono Tewas dalam upaya
pemadaman pemberontakan di Pasuruan. Kesultanan Demak mendapatkan legitimasi
sebagai penerus Kerajaan Majapahit karena didirikan oleh Raden Patah -putra Bre Kertabhumi yang bergelar Brawijaya V. ***
No comments:
Post a Comment