Agus Wibowo
![]() |
Prasasti Sangguran di Skotlandia tempointeraktif.com |
Salah satu pimpinan kolonial Eropa di Indonesia yag tertarik
dengan sejarah monarki nusantara adalah Thomas Stamford Raffles yang menjadi
Gubernur Jenderal di Hindia Belanda dari 1811 sampai 1816. Begitu mendengar
cerita tentang adanya batur bertulis yang indah di Malang, Raffles langsung
meluncur di Jawa Timur. Kepadanya ditunjukkan prasasti Sangguran yang ditemukan
di Batu Malang dan juga prasasti Pucangan yang ditemukan di lereng Gunung
Penanggungan. Raffles pun lebih bergairah untuk melakukan pencarian lebih jauh,
bahkan sampai ke Blitar. Dia menemukan komplek candi candi, yang di depannya
ada Prasasti Palar, yang kemudian dikenal sebagai candi Penataran.
Dari temuan-temuanya di Jawa Timur dia tertarik dengan dua
prasasti, salah satunya Prasasti Sangguran, lantas membawanya ke Batavia
bersama Prasasti Pucangan. Kedua prasasti ini kemudian dibawanya ke Kalkuta
untuk dipersembahkan kepada atasannya Gubernur Jenderal Inggis di India, Lord
Minto. Dia akhir tugasnya di Inda, bangsawan Inggris asal Skotlandia ini membawa
Prasasti Sangguran ke kampung halamannya di Skotlandia.
Mengapa Lord Minta tertarik dengan Prasasti Sangguran? Padahal
secara fisik prasasti ini sangat berat, terbuat dari batu setinggi 1,6 meter,
lebar 1,22 meter dan tebal 32,5 sentimeter. Tidak ada yang tahu pasti mengapa
Lord Minto tertarik, selain keindahan dan mungkin isinya yang cukup jelas.
Atau mungkin Lord Minto tertantang kutukannya?
Pesan yang tertulis di prasasti Sangguran memang cukup
panjang untuk tulisan di batu. Ada 38 baris kalimat di bagian depan, 45 baris kalimat
di sisi belakang, dan 15 baris kalimat di samping kiri. Prasasti Sangguran
justru penting bagi sejarah Indonesia, karena ada misteri besar atas terjadinya
eksodus besar kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok pada abad
1000. Diantara isi penting prasasti sebagai berikut:
“Adalah dua Samgat,
yaitu Samgat Madander Pu Padma dan Samgat Aggehan Pu Kundala, mendapat
kehormatan menerima perintah Rakryan Mapatih I Hino Pu Sindok, dari Sri
Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga, untuk melaksanakan
pungutan di Desa Sangguran”.
Hal ini menunjukkan pemberian hak memungut pajak oleh pemuka
agama di Desa Sangguran. Penggunaannya khusus memenuhi keperluan pemeliharaan
dan berbagai keperluan bangunan suci di Mananjung.
Satu hal yang cukup memunculkan pertanyaan adalah pernyataan
bahwa mPu Sindok adalah seorang Rakryan Mapatih I Hinodi masa Sri Maharaja
Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga. Patut menjadi pertanyaan
karena Mpu Sindok kemudian dinilai menjadi pendiri Wangsa Isyana di Jawa Timur,
yang menghadirkan sosok terkenal Airlangga yang mendirikan Kerajaan Kahuripan,
yang kemudian mendirkan Kerajaan Kediri dengan yang dikenal dengan salah satu
rajanya “Jayabaya”. Apakah mPu Sindok merebut dan membawa lari kekuasaan dari
Jawa Tengah ke Jawa Timur, ataukah dia mendapat tugas untuk membentuk
pemerintahan darurat karena letusan Gunung Merapi yang menghancurkan pusat
kerajaan Mataram.
Saking pentingnya prasasti ini, sampai dilindungi dengan
kalimat kutukan agar tidak ada yang memindahkannya. Berikut kalimat kutukannya:
“Berbahagialah
hendaknya Engkau semua hyang Waprakeswara, maharesi Agasti, yang menguasai
timur, selatan, barat, utara, tengah, zenith, dan nadir, matahari, bulan, bumi,
air, angin, api pemakan korban, angkasa pencipta korban, hukum, siang, malam,
senja. Engkau yang berinkarnasi memasuki segala badan. Engkau yang dapat
melihat jauh dan dekat pada waktu siang dan malam, dengarkanlah ucapan kutukan
dan sumpah serapah kami. Jika ada orang jahat yang tidak mematuhi dan tidak
menjaga kutukan yang telah diucapkan oleh Sang Wahuta Hyang Kudur. Apakah ia
bangsawan atau abdi, tua atau muda, laki-laki atau perempuan, wiku atau rumah
tangga, patih, wahuta, rama, siapapun merusak kedudukan Desa Sangguran yang
telah diberikan sima kepada Punta di Mananjung, maka ia akan terkena karmanya”.
Faktanya prasasti tersebut dipindahkan, bahkan kini ada di
tanah milik keluarga pewaris Lord Minto di Skotlandia. Kesempatan untuk
mengungkap rahasia yang mungkin disembunyikan di Prasasti Sangguran menjadi
sulit dan mahal, dan bangsa Indonesia hanya bisa membaca dari yang
diterjemahkan oleh sejarawan yang mengambdi kepada Raffles.
Apakah Lord Minto terkena kutukan Prasasti Sangguran? Tidak
ada yang tahu pasti. Seorang sejarawan asal Inggris, Peter Brian Ramsey Carey, menyampaikan
informasi bahwa keluarga Lord Minto sering tertimpa sial beruntun, sudah tidak
punya kediaman lagi, karena sudah dijual pada Jepang dan banyak hutang.
Bagi Indonesia, prasati yang kini dikenal sebagai Minto Stone
tersebut sangat penting untuk dikembalikan ke Indonesia. Bisa jadi sejarawan
Indonesia bisa mengungkap rahasia tersembunyi apabila membaca sendiri,
menterjemahkan sendiri, dan memungkinkan mengungkap rahasia di balik batu
dengan teknologi yang ada saat ini. Seperti di balik lapisan tampak d Borobudur
ternyata ada relief yang tersembunyi. ***
No comments:
Post a Comment