Prasasti Wringin Pitu menuliskan negara bawahan Majapahit yang lebih banyak daripada yang dijelaskan di dalam Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh mPu Prapanca. Prasasti ini juga belum menyebut adanya Bre Kertabhumi yang melakukan pemberontakan pada tahun 1466 dan menjadi raja dengan gelar Brawijaya V.
Prasasti
Wringin Pitu dibangun pada tahun 1369 Saka atau 1447 Masehi, di masa Majapahit
dipimpin oleh raja ke-8, Dyah Kertawijaya. Dialah raja pertama yang di Pararaton disebut menggunakan gelar Brawijaya. Pembangunan prasasti ini dimaksudkan untuk
pengukuhan perdikan Dharma Rajasakusumaputra di Wringin Pitu yang sudah
ditetapkan oleh neneknya, Sri Rajasaduhiteswari. Prasasti ini dinamakan Wringin
Pitu karena dianugerahkan untuk desa yang terletak di Kabupaten Tulungagung, tapi
prasasti ini dikenal juga bernama Prasasti Surondakan karena ditemukan di desa
Surondakan Kabupaten Trenggalek.
Daerah
Wringin Pitu dijadikan dharma perdikan karena di daerah ini ada tempat
pendarmaan bagi ayah Raja Majapahit ke-4 Sri Rajasanegara, yaitu Parameswara
Kertawardhana, yang meninggal dunia pada tahun 1386.
Apa
konsekuensi menjadi daerah perdikan?
Berdasarkan
prasasti yang ditulis di 14 lempeng tembaga tersebut, daerah Wringin Pitu
diberikan beberapa hak khusus. Pertama, pihak perdikan dharma Rajasakusumapura
mempunyai wewenang mengadakan peradilan mandiri dengan menggunakan hukum adat
terhadap tindak kejahatan yang mengganggu daerah Waringin Pitu. Kedua, daerah
ini dibebaskan dari intervensi oleh beberapa pejabat birokrasi Majapahit atau
pegawai katrini. Ketiga, bebas dari
pungutan pajak, dimana para pegawai pajak bea cukai baik tinggi maupun rendah
dilarang bertugas melakukan segala pungutan di daerah ini.
Selain
berisi pengukuhan daerah Wringin Pitu sebagai dharma perdikan, prasasi ini juga
berisi informasi tentang struktur kekuasaan, nama-nama pejabat di Kerajaan
Majapahit, dan beberapa kerajaan bawahan Majapahit yang dipimpin oleh keluarga
dan sanak saudara raja Majapahit. Untuk pejabat negara disebutkan antara lain:
tiga orang penasihat agung yang disucikan, lima orang menteri (salah satunya
adalah jabatan Patih Majapahit bernama Gajah Geger), empat orang hakim negara,
empat orang pakar ilmu agama Hindu, ilmu agama Budha, ilmu Waisesika, serta
ilmu mantik dan bahasa.
Tentang
wilayah negara, disebutkan adanya 14 negara atau keraton bawahan Majapahit,
yang seluruhnya di bawah kekuasaan anggota keluarga raja Majapahit. Keluarga
raja ini memimpin negara bawahan dengan gelar Bre, yaitu: 1. Bhre Daha (Dyah Jayeswari), 2. Bhre Kahuripan (Dyah Wijaya
Kumara), 3. Bhre
Pajang (Dyah
Sureswari), 4. Bhre
Wengker (Dyah
Surya Wikrama), 5. Bhre
Wirabhumi (Dyah
Pureswari), 6. Bhre
Matahun, 7. Bhre Tumapel (Dyah Sura Prabawa), 8. Bhre Jagaraga (Dyah Wijaya
Duhita), 9. Bhre
Tanjungpura (Dyah
Suragarini), 10. Bhre
Kembang Jenar (Dyah
Sudarmini), 11. Bhre
Kabalan (Dyah
Sawitri), 12. Bhre
Singhapura (Dyah
Seripura), 13. Bhre
Keling (Dyah
Wijaya Karana), dan 14. Bhre
Kelinggapura (Dyah
Sudayita).
Nama-nama wilayah negara bagian ini berbeda dengan wilayah
di masa pemerintahan Raja Hayamwuruk, menurut kitab Negarakertagama yang
sebanyak 12 wilayah, yaitu: Daha, Kahuripan, Pajang, Wengker, Wirabhumi,
Matahun, Tumapel, Paguhan, Kabalan, Pawanuan, Lasem, dan Mataram. Ada enam nama
wilayah baru di prasasti Wringin Pitu, yaitu: Jagaraga, Kembang Jenar, Kabalan,
Singhapura, Keling dan Kalinggapura. Tetapi ada 4 wilayah lama yang tidak
disebutkan lagi, yaitu: Paguhan, Pawanuhan, Lasem, dan Mataram.
Dalam
prasasti yang dibangun pada tahun 1447 ini, ada nama yang disebut dalam Kitab
Pararaton belum disebutkan, yaitu Bre Kertabhumi. Nama Bre Kertabhumi tertulis di
prasasti Jiwu yang dibangun atas perintah oleh Girindrawardhana pada tahun
1486. Prasasti ini dibuat sebagai tanda
pengukuhan anugerah tanah di Trailokyapuri kepada seorang Brahmana yang telah
berjasa membantu Girindrawardhana mengalahkan Bre Kertabhumi dalam perang
saudara selama 10 tahun. Bre Kertabhumi adalah putra raja Rajasawardhana, raja
ke-8 Majapahit. Rajasawardhana bertahta selama 2 tahun dan wafat saat Bre
Kertabhumi masih kecil, sehingga yang naik tahta adalah adiknya yaitu
Girishawardhana. Pada tahun 1466, Bre Kertabhumi memberontak karena setelah Girishawardana
wafat, bukan dia yang naik tahta melainkan
pamannya, Singhawikramawardhana.
Setelah
dua tahun memberontak Bre Kertabhumi berhasil merebut Istana Wilwatikta di
Trowulan pada tahun 1468. Singhawikramawardhana berhasil melarikan diri dan
mendeklarasikan tetap sebagai raja Majapahit yang bertahta di Daha. Dalam
periode 1468 sampai 1478 ada dua orang yang mengklaim sebagai Raja Majapahit,
yaitu Bre Kertabhumi di Trowulan dan Singhawikramawardhana –yang setelah tewas
tahun 1474 digantikan oleh putranya Girindrawardhana. Kelanjutan perang antara
dua raja ini berakhir dengan kemenangan Girindrawardhana pada tahun 1478. Di
tahun ini Majapahit kembali bersatu, tapi mengendalikan kekuasaan dari Istana Daha
di Kediri. ***
No comments:
Post a Comment