Salah satu
bukti otentik dan sekaligus petunjuk tentang keberadaan Kerajaan Majapahit pada
abad XIV adalah manuscrip di daun lontar yang kemudian dikenal sebagai Kitab
Negarakertagama. Di kitab ini tertulis bahwa penulisnya adalah mpu Prapanca. Kitab
yang ditulis di massa Raja Hayamwuruk ini memaparkan dan menjelaskan banyak hal
tentang Kerajaan Majapahit, diantaranya tentang pendiri dan leluhur raja
Majapahit, wilayah kekuasaan, struktur kekuasaan kerajaan dan lain-lain.
Catatan
berbentuk Kakawin ini oleh penulisnya diberi judul “Decawarnana” yang berarti
uraian tentang desa-desa. Nama ini kemungkinan berkaitan dengan proses
penulisan yang dibuat berdasarkan perjalanan Pu Prapanca ke beberapa desa,
mengikuti perjalanan Raja Hayamwuruk. Di beberapa tempat yang disucikan, Pu
Prapanca bertemu dengan beberapa resi dan mendapatkan kisah tentang asal-usul
Majapahit. Pada tahun 1740 kakawin gubahan Prapanca ini disalin dengan huruf
Bali oleh Arthapamasah, yang kemudian menambahkannya dengan Negarakertagama.
Selanjutnya judul Decawarnana dilupakan dan kakawin gubahan Pu Prapanca tentang
Majapahit dikenal sebagai Kitab Negarakertagama.
Kakawin Negarakertagama
ini menguraikan keadaan di keraton Majapahit di masa pemerintahan Prabu Hayam
Wurukyang bertakhta dari tahun 1350 sampai 1389 Masehi. Negarakertagama secara
keseluruhan terdiri dari 98 pupuh yang dibagi menjadi dua bagian: Bagian
Pertama terdiri dari pupuh 1 sampai pupuh 49 sedangkan Bagian Kedua terdiri
dari pupuh 50 sampai dengan pupuh 98. Substansi yang menarik adalah Bagian
Pertama yang menjelaskan tentang Raja Majapahit dan keluarganya yang menjadi
raja kerajaan bawahan, kota dan wilayah Majapahit, perjalanan Raja Hayamwuruk
keliling wilayah Lumajang, silsilah raja-raja Singasari sebagai leluhur pendiri
Kerajaan Majapahit sampai ke Hayamwuruk sebagai raja ke-4 Majapahit. Bagian
kedua mulai pupuh 50 sampai pupuh 98 lebih banyak bercerita tentang kisah
Hayamwuruk yang sedang berburu, perjalanan pulang ke Majapahit, oleh-oleh dari
daerah yang dilalui, ziarah ke beberapa candi makam, tentang kematian
Gajahmada, sampai puji-pujian para pujangga kepada Raja Hayamwuruk.
Mengapa
Puji-pujian? Bisa dikatakan bahwa Negarakertagama memang bersifat pujasastra,
yang bertujuan untuk mengagung-agungkan Hayamwuruk sebagai Raja Majapahit dan
menggambarkan kebesaran Kerajaan Majapahit.
Meskipun begitu, puja puji yang diberikan oleh Pu Prapanca bukan asal
mengagungkan hal palsu yang tidak ada. Kisah tentang raja-raja Singasari sebagai
leluhur raja Majapahit terkonfirmasi dalam beberapa prasasti batu atau lempeng tembaga,
diantaranya Prasasti Jiwu dan Prasasti Sidateka yang dibuat pada masa Raja Kertarajasa
Jayawardhana yang dikenal sebagai Raden Wijaya. Klaim tentang kota dan wilayah
Majapahit juga bisa dikonfirmasi dari prasasti yang dibuat di masa pasca-Raja
Hayamwuruk, salah satunya adalah Prasasti Wringin Pitu –yang salah satunya
menjelaskan struktur pemerintahan dan nama-nama raja kerajaan bawahan khususnya
di Pulau Jawa. Salah satu konsekuensi Kitab Negarakertagama sebagai karya
Pujasastra adalah tidak adanya informasi tentang kisah yang justru mengurangi keagungan
Majapahit. Misalnya, tidak ada sedikitpun kisah tentang “Perang Bubat” yang
berkaitan dengan rencana pernikahan Raja Hayamwuruk dengan Putri Raja Sunda Dyah
Citraresmi pada tahun 1357.
Meskipun
dimaksudkan sebagai puja-puji sang pujangga, Negarakretagama dianggap sangat
berharga karena memberikan catatan dan laporan langsung mengenai kehidupan di
Majapahit, dan bisa dikonfirmasi dengan bukti sejarah lain dalam bentuk
prasasti. Karena itu Kakawin pada tahun 2008 Nagarakretagama diakui sebagai
bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World Programme) oleh UNESCO.
Siapa pu Prapanca?
Karena
sebagai puja-puji, yang menjadi pertanyaan adalah “Untuk apa Pu Prapanca sampai
membuat pujian bagi Raja Hayamwuruk dan mengagungkan Kerajaan Majapahit?”
Pertanyaan kedua “Siapakah memangnya Pu Prapanca?”
Pertanyaan
kedua di atas penting untuk dijawab lebih dulu, menjadi sangat penting
ditayakan karena nama “Prapanca” tidak ditemukan di prasasti manapun, bahkan di
dalam struktur pejabat Kerajaan Majapahit yang diuraikan di Negarakertagama. Pertanyaan
“Untuk apa Pu Prapanca sampai membuat pujian bagi Raja Hayamwuruk dan mengagungkan
Kerajaan Majapahit?” tidak bisa dijawab apabila tidak diketahui “Siapa sebenarnya
Pu Prapanca?”. Dari penelusuran dan analisis bahasa yang dilakukan oleh Profesor
Slamet Mulya dalam buku “Negara Kertagama”, bisa diidentifikasi temuan sebagai
berikut:
Pertama, Prapanca menyiratkan bahwa penulisnya memiliki
nama yang terdiri dari 5 huruf –dalam hal ini huruf Jawa.
Kedua, dari tinjauan nama-nama pejabat di Istana
Majapahit yang ada di Negarakertagama, ada satu pejabat keagamaan yang namanya
terdiri dari 5 huruf yaitu: "na - da - na - da - ra"
Ketiga, lima huruf tersebut (na da na da ra) dimana “na”
yang kedua dipangku dan mati, sehingga lima huruf tersebut secara utuh menjadi “Nadendra”.
Nama Nadendra
adalah di dalam struktur pejabat di Kerajaan Majapahit, seorang Pembesar untuk
urusan Agama Budha, yang bernama Dang Acarya Nadendra, yang merupakan pejabat
istana yang ikut menyertai perjalanan Hayam Wuruk ke Lumajang pada tahun 1359.
Nama Dang Acarya Nadendra sebagai Dharmadyaksa Kasogatan ini tertulis di Prasasti
Trowulan yang dibuat pada tahun 1358.
Dari nama
Nadendra yang ternyata adalah pejabat istana Majapahit, bisa dijawab pertanyaan
“Untuk apa Pu Prapanca sampai membuat pujian bagi Raja Hayamwuruk dan mengagungkan
Kerajaan Majapahit?”, yaitu: pertama, karena dia ikut dalam perjalanan
Hayamwuruk ke Lumajang dan melakukan dialog dengan juru kunci candi makam dari
raja-raja terdahulu dan kedua, salah satu tugas sebagai Dharmadyaksa Kasogatan
adalah membuat catatan tentang kebijakan Raja, menuliskan dokumen resmi
kerajaan, termasuk menuliskan naskah
prasasti atau piagam keputusan raja.
No comments:
Post a Comment