Kolom ini pernah dimuat atas nama Agus Wibowo di Rubrik Komunikasi Bisnis Media Indonesia, edisi 15 Oktober 1997
Selain para actor, aktris
dan para selebritis lainnya, ada komunitas yang mulai memantapkan diri sebagi
publik figure yang sama-sama potensial untuk mempromosikan suatu produk, mereka
adalah para atlet. Keberadaan para atlet ini, baik karena prestasinya maupun
karena kedahsyatan liputan media mssa, telah menempatkan diri di benak ratusan
ribu penggemar, pengidola ataupun sekedar pemerhati.
Tapi sejauh ini keterkenalan
dan keteladanan para atlet nasional Indonesia belum banyak menarik perhatian
para produsen atau agensi perikalanan untuk dijadikan sebagai model iklan.
Memang ada beberapa atlet nasional yang membintangi beberapa iklan, tapi hingga
kini kebanyakan belum terpilih secara ketat tidak terkarakterkan secara kuat
sebagaimana karakter unik mereka. Susi Susanti dan Alan Budikusuma yang
beberapa waktu lalu dipercaya membintangi iklan jip Feroza, tidak ditampilkan
sosok keatletannya melainkan sekedar sebagai seorang Susi Susanti dan Alan
Budikusuma, tanpa keatletannya. Yang lainnya adalah Doni Kesuma, atlet softball
nasional, menjadi model iklan produk perawatan bayi Cusson dan rokok Wismilak,
bukan karena prestasi olahraga melainkan lebih karena kemampuan acting, postur
tubuh yang bagus, dan tampang yang sesuai tuntutan kamera.
Kalaupun ada atlet yang dikarakterkan
secara visual dengan bagus sebagai sosok seorang atlet, itu adalah Ade Rai
dalam iklan minuman kesehatan merek Panther. Meski dalam kisah iklan Panther
ini Ade Rai tidak tampil sebagai binaragawan melainkan sebagai seorang juara
pancho. Mia Audina dalam iklan Pocari Sweat bisa dikatak cukup bagus, tapi
karakter yang terbangun terkategorikan standar untuk menampilkan sosok juara
pada diri Mia Audina. Contoh lain, untuk iklan sepatu sepakbola merek Spec yang
dibintangi oleh Rocky Putiray, yang patut dipuji adalah produsen atau agensi
yang menanganinya. Tapi kekurangan dan kelemahan iklan ini banyak. Pertama,
Rocky Putiray sedang tidak menjadi yang terbaik. Prestasinya masih di bawah
baying-bayang Widodo C Putra, Kurniawan DJ atau Peri Sandria. Kedua, pemain
klub Arseto Solo ini juga tidak sedang diidolakan secara panatis oleh publik
sepakbola nasional atau daerah yang menjadi pusat-pusat sepakbola. Masyarakat
Jawa Barat, misalnya akan memuja Asep Dayat sebagai striker. Ketiga, karakter
yang ditampilkan dalam iklan tersebut tentang sosok Rocky Putiray hanya sebatas
pada rambut merahnya yang dikuncir, bukan pada atraksi permainan sepakbolanya.
Soal tendangan salto, orang akan lebih teringat pada Widodo C Putra yang dinobatkan sebagai
pencetak gol terbaik di Kejuaraan Piala Asia pada Desember 1996. Tentang aksi
menyilangkan jari telunjuk di depan mulut, penggemar sepakbola akan leih
mengingatnya sebagai aksi Gabriel Batistuta setelah membobot gawang Bercelona
pada pertandingan penyisihan Piala Winner Eropa periode 1996-1997.
Di pentas dunia, terutama di
Amerika Serikat dan Eropa Bara, para atlet terkenal terbukti sangat efektif
untuk mempromosikan sebuah produk, Misalnya, penjualan sepatu Nike naik tajam
begitu maskotnya, Michael Jordan, memimpin Chicago Bull menjadi juara kompetisi
bola basket Amerika Serikat –NBA. Tiger Wood juga berhasil mendongkrak angka
penjualan sepatu Nike jenis lainnya setelah menjadi juara duia di lapangan
golf. Di cabang sepakbola, produk alat-alat dan atribut kelengkapan olahraga
yang ditempeli gambar Eric Cantona laku keras.
Hanya saja, untuk
menghasilkan iklan yang bagus dan menjual, keterlibatan seorang atlet sebagai
bintang iklandiperlukan kecermatan. Para atlet ini bukanlah pemain sinetron
yang sudah biasa menjadi orang lain. Mereka jelastidak bisa seperti Rano Karno
yang pada satu kesempatan bisa tampil kucel seperti dalam iklan oli Mesran atau
Pekan Imunisasi Nasional (PIN), kemudian tampil berdasi saat mengiklankan
celana dalam merek GT Man.
Dalam iklan, seorang atlet
harus ditampilkan sebagai dirinya sendiri, bukannya memerankan sosok orang
lain. Untuk membangun karakter yang kuat dan menonjol harus dipilih ciri khas
atlet yang sudah dikenal para penggemarnya, buka pada ciri khas atlet lain
–seperti pada iklan Spec. Setelah ditemukan ciri khas seorang atlet, maka
langkah berikutnya adalah membuat dramatisasi pada ciri khas tersebut.
Misalnya, Marcel Desaily yang terkenal sebagai pemain belakang yang tangguh,
dalam iklan sepatu Adidas digambarkan sevara dramatis sebagai sosok yang mampu
menahan bola besi yang beratnya berton-ton dengan dadanya untuk kemudian
ditendang dan menjebol tembok beton. Alexi Lalas yang berjenggot kambing dan
dikenal sebagai jagoan tackling, dalam iklan sepatu Nike digambarkan dengan
dramatis ketika mampu merebut bola dari kaki seekor bison yang beratnya
mencapai bilangan ton.
Di Indonesia, atlet yang
mempunyai ciri khas dan karakter yang meninjol serta terkenal, cukup banyak. Di
sepakbola antara lain ada Robby Darwis. Libero tak tergantikan asal Persib
Bandung ini akan terlihat indah jika ditampilkan sebagai sosok bima yang
perkasa. Sosoknya yang tinggi, besar, kukuh dan seringkali tidak terhadang jika
melakukan over lapping akan sangat mengesankan jika didramatisasi sebagai Bima
yang bermain bola.
Selain karakternya yang
menonjol, dalam 10 tahun terakhir ‘Bima Persib’ ini selalu menjadi kebanggaan
utama masyarakat Jawa Barat, bahkan Indonesia, di pentas sepakbola. Jika Robby
Darwis dipecaya sebagai model iklan dengan karakternya tersebut, niscaya
rekomendasinya sangat dipercaya oleh khalayak yang besar.
Untuk memilih atlet sebagai
model iklan, ada beberapa tertimbangannya. Pertama, atel yang dipilih harus
dari cabang olahraga yang mempunyai banyak penggemar. Ada perkecualian, yaitu
apabila prestasi atlet tersebut bersifat fenomenal, seminal Ade Rai di olahraga
binaraga dan Yayuk Basuki di cabng olahraga tenis. Kedua, atletnya berprestasi
baik dan spektakuer serta terkenal. Ketiga, memiliki karakter khas untuk
kemudian dibuatkan drmatisasi dalam story board yang gampang diingat, menghibur
dan mengesankan.
No comments:
Post a Comment