Kolom ini ditulis oleh Agus Wibowo, pernah dimuat di Rubrik Komunikasi Bisnis Media Indonesia, edisi 22 Oktober 1997
Iklan rokok,
baik yang audio-visual maupun cetak, sebagian besar menampilkan sosok pria
gagah, tampak pemberani dan merepresentasikan citra jantan atau maskulin. Rokok
putih Marlboro dalam hampir semua bentuk dan materi promosinya menampilkan
maskotnya –seorang cowboy gagah dan berani dengan kemampuan istimewanya yang
tidak dimiliki oleh cowboy-cowboy lain. Event-event yang diselenggarakannya ayau
yang disponsorinya pun adalah event-event yang terkategorikan menantang bahaya,
yang hingga kini masih dianggap sebagai dunia pria.
Iklan-iklan
produk perusahaan rokok Gudang Garam juga menampilkan sosok-sosok seorang pria
gagah. Gudang Garam Surya diiklankan dengan menampilkan model seorang pria
berpostur tinggi, tegap, bercambang ala Eric Estrada, tinggal di tengah hutan
sendirian –hanya demi seekor burung elang, dengan hobinya memanah dengan
crossbow. Lebih dahsyat lagi, iklna Gudang Garam Merah yang menampilkan seorang
pria pemberani, bermuka dingin-kasar dan aksi-aksi penyelamatan spektakuler.
Pada iklan rokok Gudang Garam Internasional, aksi dan tongkrongan seorang pria
gagah, macho, sangar dan sebagainyamemang tidak tervisualisasikan, tapi
copywrite-nya sangat machois, “Pria Punya Selera”.
Daftar iklan
rokok yang menampilkan sosok-sosok jantan ini sangat panjang jika diceritakan
satu persatu secara detil. Rokok kretek Djie Sam Soe dengan para pendayung,
nelayan, dan pekerja galangan lepas pantai, Wismilak menampilkan ‘juara-juara’
di pentas tenis, balap mobil offroad dan balap speedboat. PT Noroyono pun tidak
mau ketinggalan. Rokok Minakjinggo yang dikeluarkannya juga dipromosikan dengan
mengedepankan embel-embel kejantanan. Yang satu oleh sekelompok pecinta motor
besar, sedangkan satunya lagi menampilkan bintangnya Ari Wibowo sebagai sosok
Jacky yang jagoan. Bahkan rokok Marcopolo yang iklan-iklannya di televisi tidak
pernah muncul lebih dari 10 detik, menampilkan suara pria gagah dengan
copywrite singkat “Marcopolo, Pemberani dan Tangguh”.
Sedangkan rook
Djarum Super yang tidak menampilkan sosok-sosok, aksi-aksi, maupun pernyataan
yang bisa dituduh mengagungkan kejanjatanan, ungkapan “Yang penting…Yang Penting…Yang Penting Rasanya Bung!” diucapkan
oleh seorang pria dengan suara mantap
Meskipun,
konon, rokok “ringan’ Marlboro berhasil menjadi merek rokok paling terkenal
dengan omset penjualannya menjadi berlipat-lipat setelah iklan-iklannya
menampilkan sosok cpwboy yang gagah, berani serta macho, hingga kini belum
pernah ada penjelasan yang logis dan rasional tentang adanya korelasi antara
kesan dan citra jantan dengan tingginya angka penjualan produk rokok. Hingga
kini belim ada kabar apakah para pria yang merasa pemberani dan tanggunh, atau
mereka yang ingin menjadi pemberani dan tangguh atau sekedar ingin tampak
terkesan pemberani dan tangguh segera mngalihkan pilihannya pada rokok
Marcopolo yang “Pemberani dan Tangguh”.
Rokok Ampoerna
A Mild yang hanya mengedepankan “rendah tar” dan "rendah nikotin” lalu “How low
can you go” kemudian beragam “Bukan Basa Basi” justru malah lebih mengedepan
dalam persaingan perebutan citra merek dan besarnya pasar yang diraih.
Atauu juga
rokok Sampoerna Internasional yang menyertakan sekedar suara pria pada ungkapan
“Your Global Passport” yang ternyata cepat dicerna pasar.
Apa yang
ditawarkan oleh iklan-iklan rokok yang menampilkan pria-pria dan aksi-aksi
jantan dan berani pada konsumen pun hingga kini tidak jelas. Apakah bermaksud
untuk menawarkan rokok pada pria jantan lainnya dan tidak pada pria yang tidak
jantan? Apakah hanya kepada mereka-mereka yang merasa jantan, gagah dan berani?
Ataukah bermaksud menawarkan rokok kepada siapapun yang ingin terlihat dan
terkesan sebagai sosok pria yang jantan atau sekedar ingin dituduh jantan?
Semuanya tidak jelas. Apabila iklan-iklan tersebut dimaksudkan untuk
menyampaikan pesan bahwa dengan menghisap rokok “pemberani” seseorang akan
menjadi pemberani, penghisap rokok “tangguh“ akan membuat seseorang menjadi
tangguh, gagah, jantan dan seterusnya, jelas iklan tersebut bohong besar.
Sebab, dengan mengisap rokok Minakjinggo Internasional tidak akan dengan serta
merta menjadi cukup pemberani untuk bertanding melawan para warok di Ponorogo
yang mayoritas sehari-harinya mengisap rokok klobot.
Kalau
alasannya adalah sekedar sebagai penarik perhatian dan sekaligus memberikan
hiburan kepada konsumen, sebagaimana pernah diungkapkan, penulis mempunyai satu
pertanyaan “Aapakah tidak dengan menampilkan perempuan-perempuan cantik yang
justru akan lebih menarik dan menghibur bagi konsumen produk rokok yang
mayoritas adalah laki-laki? Jangan-jangan Tamara Blezinski dengan tampil galak
bak seekor singa akan lebih menarik. Jangan-jangan Yuni Shara yang tampil kalem
juga justru akan lebihmenarik dan lebihmampu menghibur para perokok yang
kebanyak pria –tidak penting mereka merasa gagah atau tidak.
Terlepas adanya
kontroversi bahwa rokok mempunyai kontribusi yang besar dalam proses
terganggunya kesehatan, tuisan ini bermaksud untuk bertanya “Apakah tidak ada
kreativitas lain dalam membuat iklan rokok selain harus didominasi oleh Pria?”
Juga “Apakah karena seorang pria telah berhasil mengangkat citra rokok
Marlboro, lantas pria gagah lain juga akan berhasil menikkan dan membangun
citra merek rokok lain?” Lalu “Tidak adakah alternative lain sekreatif “How low can you go” dan “Bukan Basa-Basi”-nya Sampoerna A Mild,
yang tidak sedikitpun menggunakan atribut pria dan jantan?”
Tentunya masih
banyak ide untuk mempromosikan rokok yang tidak harus mendewakan pria jantan.
Tapi bikan itu yang terpenting bagi penulis, dan tulisan ini tidak berpretensi
untuk menyodorkan ide iklan rokok tanpa pria. Yang lebih penting bagi penulis
adalah, mudah-mudahan iklan-iklan rokok yang sebagian besar memamerkan para
pria jantan ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa “Inilah dunia pria”, “Ini
urusan laki-laki” dan “Perempuan? No
way!”
No comments:
Post a Comment