Gus Bowii

Raden Wijaya adalah pendiri Kerajaan Majapahit dan menjadi
raja pertama pada tahun 1293. Pada saat Sri Kertanegara menjadi Raja di
Kerajaan Singasari Raden Wijaya adalah seorang pangeran yang tinggal di istana
Singasari di Tumapel. Ketika terjadi serangan sporadis di utara ibukota
Kerajaan Singasari, Raden Wijaya diperintah Sri Kertanegara untuk memadamkan
penyerangan yang dianggapnya kerusuhan. Ketika Raden Wijaya dan pasukannya
bergerak ke utara, istana Singasari yang yang ditinggalkan banyak pasukannya diserang
mendadak dan diam-diam oleh pasukan Jayakatwang dari arah selatan. Istana yang
tidak siap dengan mudah diduduki dan Sri Kertanegara tewas dalam serangan ini.
Empat orang putri Kertanegara ditawan oleh pasukan Jayakatwang. Raden Wijaya
yang berhasil mengatasi serangan kecil di utara kembali ke istana dan melakukan
serangan balasan kuwalahan menghadapi pasukan besar Jayakatwang. Setelah hanya
sanggup membebaskan satu orang putri Sri Kertanegara, Raden Wijaya memutuskan
untuk melarikan diri ke Madura dan meminta perlindungan Adipati Sumenep, Aria
Wiraraja.
Petualangan pelarian Raden Wijaya menuju Sumenep ini
diceritakan dalam Kitab Pararaton, Kisah Raja-Raja Wangsa Rajasa yang ditemukan
di Bali tahun 178x. Di istana Adipati Sumenep, Raden Wijaya mendapat dukungan
dari Aria Wiraraja. Mereka membuat perjanjian bahwa "Jika Aria Wiraraja
berhasil membantu merebut kekuasaan dari Jayakatwang, Raden Wijaya akan
memberikan separuh wilayah bekas Kerajaan Singasari, mulai dari Lumajang sampai
ke ujung timur Pulau Jawa.
Aria Wiraraja berkirim surat kepada Jayakatwang yang
menyatakan bahwa Raden Wijaya minta diampuni dan bersedia tunduk berbakti
kepada Kerajaan Kediri. Jayakatwang yang sangat percaya pada Aria Wiraraja
setuju menerima Raden Wijaya.
Beberapa bulan tinggal di lingkungan istana, Raden Wijaya
mengajukan usulan membuka lahan di Hutan Tarik untuk daerah perburuan. Dengan
dukungan Aria Wiraraja, Jayakatwang menerima usulan Raden Wijaya. Dengan
pasukan Sumenep yang dikerahkan oleh Aria Wiraraja, Raden Wijaya membuka hutan
di dekat aliran Sungai Brantas, di Trowulan. Daerah baru ini dinamakan
Majapahit, diceritakan oleh Pararaton karena ada pasukan yang memakan buah maja
yang ternyata rasanya pahit.
Dari hasil pengamatan selama tinggal di lingkungan istana, Raden
Wijaya yakin bisa mengalahkan pasukan Jayakatwang. Tapi Aria Wiraraja
mengusulkan penyerangan dilakukan bersama pasukan Mongol yang mulai merapat di
pantai utara Jawa. Serangan pun dilakukan bersama oleh pasukan Raden Wijaya,
Pasukan Aria Wiraraja dan Pasukan Mongol. Serangan dari tiga penjuru
berlangsung cepat dan pasukan Jayakatwang tidak sanggup memberikan perlawanan
berarti. Raden Wijaya berhasik membebaskan tiga putri Sri Kertanegara dan
pasukan Mongol berhasil menangkap Jayakatwang dan putranya Ardaraja.
Raden Wijaya kembali ke desa Majapahit untuk menyiapkan
penyerahan para putri raja Jawa. Sesampai di Majapahit, pasukan Raden Wijaya
menyerang pasukan Mongol yang mengawal perjalanan Raden Wijaya. Selanjutnya
pasukan Raden Wijaya melakukan serangan-serangan sporadis dan gerilya sampai
pasukan Mongol banyak yang tewas dan sisanya kembali ke laut. Pada 10 November
1293 Raden Wijaya mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Majapahit dan dirinya
dilantik menjadi raja pertama, dengan gelar Kertarajasa Jayawardana. Raden
Wijaya memperistri dua putri Sri Kertanegara dan menjadikan putri sulung
sebagai permaisuri. Ketika rombongan ekspedisi Pamalayu kembali dari Sumatera,
Raden Wijaya memperistri salah satu putri Raja Darmasraya yang ikut bersama
rombongan, yaitu Indreswari atau dikenal sebagai Dara Petak. Adiknya putri Dara
Jingga menjadi istri panglima ekspedisi pamalayu, yaitu Mahisa Anabrang. Raden
Wijaya menjadi raja selama 12 tahun dan mangkat pada tahun 1309 dan jasadnya
dicandikan Simping. Sebagai penggantinya keluarga Kerajaan Majapahit mengangkat
Sri Jayanegara, putra Sri Indreswari.
Masa Konsolidasi
Kerajaan
Raden Wijaya berhasil mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai
penerus Wangsa Rajasa atas bantuan banyak pihak, terutama dari Keluarga Aria
Wiraraja, termasuk Lembu Sora, Nambi maupun Ranggalawe. Ada juga para panglima
perang lokal dan pasukan ekspedisi Pamalayu yang berhasil menjalin koalisi
dengan Kerajaan Darmasraya sebagai garis depan membendung pasukan dari barat
dan utara. Raden Wijaya pun membagi kekuasaan kepada mereka yang berjasa. Aria
Wiraraja diangkat menjadi pesangguhan atau hulubalang selain mendapatkan
separuh wilayah Majapagit. Ranggalawe diangkat menjadi Adipati Tuban dan
sekaligus sebagai pesangguhan atau hulubalang di istana Majapahit. Nambi
diangkat menjadi mahapatih dan Lembu Sora sebagai patih di Kerajaan Daha, di
bekas ibukota Kediri. Selain itu, Raden Wijaya juga membuat jabatan baru di
istana yang disebut sebagai Darma Putra, untuk mengakomodasi tujuh tokoh dari daerah
yang telah berjasa, yaitu: Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanja, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra
Banyak dan Ra Panggah. Panglima ekspedisi Pamalayu, Mahisa Anabrang diangkat
sebagai penglima perang dengan gelar Rakryān Mahāmantri Dyah Adwayabrahma.
Di masa awal menjadi raja, Raden Wijaya menghadapi
penentangan atas keputusannya. Pengangkatan Nambi sebagai Mahapatih Majapahit
dengan terang-terangan ditentang Ranggalawe, yang mengangap Lembu Sora lebih
layak karena dia anggap berjasa lebih besar.
Penentangan Ranggalawe ini kemudian berkembang menjadi
pemberontakan pertama di Majapahit. Setelah Ranggalawe pulang ke Tuban dengan
sikap tidak puas, di Lingkungan Istana beredar kabar ada penggalangan pasukan
untuk memberontak di Tuban. Istana memutuskan untuk menindak pemberontkan dan
Mahapatih Nambi mengirim pasukan Mahisa Anabrang. Dalam pertempuran di Sungai
Tambakberas, Mahisa Anabrang mengalahkan Ranggalawe dalam pergulatan di sungai,
tapi Mahisa Anabrang juga tewas oleh tombak Lembu Sora. Tewasnya Mahisa
Anabrang oleh sesama pasukan Majapahit ini menjadi skandal setelah anaknya,
Mahisa Taruna, menginak remaja. Setelah mengetahui cerita kematian bapaknya,
Mahisa Tarusa menuntut hukuman mati bagi Lembu Sora. Di lingkungan istana
beredar isu bahwa Lembu Sora pantas diadili dan dihukum mati, sesuai dengan
kitab Kutaramana-wadharmasastra. Tekanan kepada Raden Wijaya untuk menghukum
Lembu Sora makin kuat, dan akhirnya memanggil patih Daha ke istana Majapahit.
Lembu Sora datang untuk meminta klarifikasi kepada raja diiringi beberapa
pengawalnya. Kedatangan Lembu Sora dengan membawa pasukan pasukan pengawalnya
dianggap pasukan istana sebagai sikap memberontak. Lembu Sora akhirnya diserang
dan tewas di halaman istana Majapahit.
Sebagai Raja yang masih harus membangun legitimasi, Raden
Wijaya berada di pusaran persaingan pengaruh antara Keluarga Aria Wiraraja yang
menduduki posisi penting dengan mantan pejabat tinggi Kerajaan Singasari yang
berhasil dalam misi Ekspedisi Pamalayu tapi tidak mendapatkan posisi strategis
karena tidak ikut terlibat dalam perang melawan Jayakatwang dan mengusir
pasukan Mongol. Raden Wijaya berhasil mengatasi persaingan antar-kekuatan
pendukungnya dan mempertahankan eksistensi Majapahit sebagai penerus Wangsa
Rajasa.
No comments:
Post a Comment