Agus Wibowo
Memasuki halaman Museum Aceh, siapapun
akan dengan mudah melihat lonceng besar yang digantung dalam bangunan kecil
seperti meunasah. Lonceng ini dikenal dengan nama “Lonceng Cakradunya”. Lonceng
yang disimpan di halaman Museum Aceh ini merupakan buatan China yang
dipersembahkan kepada Kerajaan Samudra Pasai di pantai Timur Aceh, sebagai
symbol persahabatan antara Kerajaan Samudra Pasai dengan Dinasti Ming yang
berkuasa di Daratan China, yang dibawa dalam ekspedisi Cheng Ho pada abad 15.
Lonceng ini dibawa oleh Cheng Ho dalam kesempatan ke-4 ekspedisi laut ke
wilayah nusantara, sebagai hadiah dari Kaisar Yongle kepada Kerajaan Samudera
Pasai.
Lonceng raksasa ini berbentuk stupa, dibuat pada 1409
Masehi. Tingginya mencapai 125 centimeter, lebar 75 centimeter. Di bagian luar
terukir hiasan dan tulisan Arab juga China. Naskah dalam huruf Arab sudah tipis
dan sulit dibaca, sedangkan China bertuliskan “Sing Fang Niat Tong Juut Kat Yat
Tjo” yang berarti “Sultan Sing Fa yang telah dituang dalam bulan 12 dari tahun
ke 5.”
Pasai kala itu dikenal sebagai negeri yang makmur dan
terbuka. Banyak pedagang-pedagang dari Timur Tengah dan Gujarat India datang
untuk berbisnis dan menyebarkan Islam. Pasai juga mengekspor rempah-rempah ke
berbagai Negara, termasuk ke Tiongkok.
Sau abad kemudian, Kerajaan Pasai ditakluk oleh Kerajaan
Aceh Darussalam pimpinan Sultan Ali Mughayatsyah pada 1542 M. Lonceng persembahan
kaisar China ini disita dan dibawa ke Banda Aceh. Di masa Kerajaan Aceh
dipimpin Sultan Iskandar Muda, lonceng ini digunakan sebagai salah satu alat
komunikasi di kapal perang Kerajaan Aceh, yaitu Kapal Cakra Donya. Lonceng
persembahan Cheng Ho ini ditaruh di buritan depan kapal dan dinamakan Akidato
Umoe yang berarti Berita Kejadian. Setelah tidak digunakan di kapal, lonceng
ini kemudian dikenal dengan nama kapal yang membawanya, yaitu Cakra Donya.
Lonceng Cakra Donya sempat digantung di depan Masjid Raya
Baiturrahman yang ada di dalam area Istana Sultan Aceh. Pada 1915 M, dari
Masjid Raya, lonceng bersejarah ini kemudian dipindah ke Museum Aceh dan
bertahan hingga sekarang.
No comments:
Post a Comment