Agus Wibowo
![]() |
Candi Bulu di Tuban yang Jadi Lahan Makam |
Salah satu tantangan
yang dihadapi oleh masyarakat maupun pemerintah adalah hoax atau berita palsu.
Berita model ini memiliki unsur fakta dan data yang benar tapi dicampur dengan unsur
fakta dan data palsu. Masalahnya unsur fakta palsu ini mengarahkan berita pada
kesimpulan yang salah, menjurus fitnah dan bisa mengarah pada terjadinya
kekejihan. Menjadi lebih berbahaya karena teknologi komunikasi saat ini bisa
menyebarkan informasi dengan cepat, serentak ke jutaan penerima, apalagi jika
masyarakat berada dalam situasi konflik dan butuh referensi yang cepat untuk
mengambil tindakan. Berita tentang adanya bank kalah kliring, misalnya, bisa
membuat puluhan ribu nasabah bank melakukan penarikan uang di bak secara
serentak, yang berakibat banyak bank mengalami rush dan mengguncang ekonomi Negara.
Di masa ketika teknologi komunikasi hanya bisa dilakukan
melalui tatap muka dan melalui surat yang disampaikan oleh kurir, hoax pun
sering menunjukkan kekuatannya. Hal ini bisa ditelusuri sampai masa awal
Kerajaan Majapahit 700-an tahun lalu. Ketika Lembu Nambi diangkat menjadi Patih
oleh pertama Majapahit, Sangrama Wijaya, ada beberapa pihak yang kecewa. Salah
satunya adalah Adipati Tuban, Ranggalawe. Menimbang jasa-jasa dalam mengawal
Sangrama Wijaya ke Madura, memerangi Jayakatwang dan mengusir Pasukan Mongol
banyak yang menganggap bahwa Ranggalawe atau Lembu Sora yang lebih berhak
menjadi Patih Majapahit.
Berbeda dengan yang lain, Ranggalawe berani berterus terang
menyampaikan pendapatnya di hadapan raja dalam siding kerajaan. Banyak pembesar
dan pasukan Kerajaan Majapahit yang terkejut atas sikap Ranggalawe di istana, dan
segera berseliweran kabar kabar burung setelah Ranggalawe kembali ke Tuban.
Beredar kabar bawah Ranggalawe marah besar, selang beberapa hari kemudian
beredar kabar Ranggalawe akan melakukan pemberontakan.
Sementara itu di Tuban beredar kabar bahwa Pasukan Majapahit
akan menyerang Tuban karena marah dengan kelancangan Ranggalawe menentang kebijakan
raja. Dua berita ini berhasil membuat Majapahit menyiapkan pasukan dan
Ranggalawe juga menyiapkan pasukan. Berita adanya pergerakan pasukan di Tuban
membuat Raja Majapahit mengeluarkan perintah penumpasan. Perang akhirnya terjadi
di Kali Tambak Beras di Gresik, dimana pasukan Majapahit berhasil menumpas
pasukan Tuban. Ranggalawe tewas dalam pertarungan satu lawan satu dengan
panglima Ekspedisi Pamalayu, Mahisa Anabrang.
***
![]() |
Situs Biting, Reruntuhan Benteng Lumajang |
Hoax kembali membuktikan kekuatannya dalam
Pemberontakan Nambi di tahun 1316. Nambi, Patih Majapahit, mengajukan ijin
untuk menengok ayahnya, Aria Wiraraja, yang sakit keras di Lumajang.
Kepergiannya ke ibukota Kerajaan Tigang Juru ini diijinkan oleh Raja dan tidak
ada masalah. Masalah terjadi ketika Nambi belum juga kembali seperti
permohonannya. Perpanjangan cuti oleh Nambi karena ayahnya wafat. Nambi sudah
menyampaikan ijin melalui Mahapati, tapi rupanya tidak disampaikan ke Jayanegara,
raja kedua Majapahit. Di ibukota Kerajaan Majapahit kemudian beredar berita
bahwa Nambi melakukan pembelotan ke Majapahit Timur atau Tigang Juru yang
didirikan oleh Aria Wiraraja.
Bahkan beredar kabar bahwa Nambi sedang membangun benteng
pertahanan dan menyiapkan pasukan untuk melawan Majapahit. Laporan-laporan
tentang persiapan Nambi untuk melawan Majapahit begitu meyakinkan, sampai
akhirnya Jayanegara mengeluarkan perintah penumpasan kepada Mahapatih. Nambi
yang terkejut dengan pergerakan pasukan Majapahit, segera menyiapkan pasukan
dari Sadeng, Keta dan daerah lain untuk merapat di Lumajang. Perang antara pasukan
Majapahit dan pasukan Nambi terjadi di Lumajang. Pasukan Majapahit berhasil
menghacurkan benteng di Biting dan mengalahkan pasukan pendukung Nambi.
Serat Pararatong mengisahkan bahwa dua perang di masa awal
Majapahit ini disebabkan oleh desas-desus yang disebarkan oleh ‘orang-orang’ yang
dipimpin Mahapatih. Dalam pemberontakan Ranggalawe maupun pemberontakan Nambi,
beredar hoax di istana bahwa putra-putra Aria Wiraraja ini mempersiapkan
pemberontakan, sedangkan di Tuban maupun di Lumajang beredar juga hoax bahwa
Majapahit menyiapkan pasukan penyerangan. Dua hoax tersebut berhasil mendapatkan
mendapatkan legitimasi raja, menjadi nyata dan factual karena dua belah pihak
tergerakkan untuk menyiapkan pasukan dan perang betul-betul terjadi. Atas keberhasilannya, Mahapati diangkat menjadi Patih Kerajaan Majapahit di tahun 1316.
No comments:
Post a Comment