Agus Wibowo
![]() |
Masjid Agung Demak/Babad Demak |
Kerajaan atau Kesultanan
Demak memantapkan eksistensinya setelah mengalahkan Majapahit yang dipimpin
oleh Girindrawardhana dan memperoleh legitimasi sebagai penerus Majapahit
karena Sultan Fatah adalah putra dari selir Bre Kertabhumi, raja Majapahit
bergelar Brawijaya V. Tapi legitimasi berdasarkan garis keturunan tidaklah
cukup. Meskipun di sisi barat hanya ada sekali pemberontakan yang dilakukan
oleh putra Girindrawardhana di tahun 1512, kerajaan-kerajaan bawahan
Majapahit di bagian Timur Gunung Kawi menyatakan tidak tunduk di bawah
kekuasaan Kesultanan Demak.
Menurut Babad Demak (122) wilayah Singasari dan
Pasuruan yang masih dikuasasi raja-raja Syiwa Budha. Wilayah ini, seperti
pernah disebut sebagai Majapahit 2, wilayah ini disebut sebagai Mataram II.
Wilayah Kerajaan ini mempunyai benteng Supiturang besar di Pasuruan. Benteng
ini menjadi penghalang bagi Pasukan Demak untuk masuk ke selatan sampai ke
Malang dan ke Timur sampai ke Banyuwangi.
Pada tahun 1536, pasukan Demak bergerak ke Pasuruan dan
dipimpin langsung oleh Sultan Trenggono. Pasukan Demak membakar dan
menghancurkan benteng Supiturang dan menaklukkan Pasuruan. Dari Pasuruan Sultan
Trenggono terus berusaha menaklukkan wilayah di selatan dank ke timur. Dalam
operasi ini, Sultan Trenggono akhirnya tewas daam peperagan di Situbondo pada
tahun 1546. Jenasahnya dibawa ke Demak dan dimakamkan di dekat Masjid Agung
Demak.
Meninggalnya Sultan Trenggono menjadi babak baru di Kesultanan
Demak karena terjadi perebutan kekuasaan yang melibatkan putra-putra Sultan
Trenggono dan adiknya. Sultan Trenggono punya 2 putra salah satunya Pangeran
Mukmin yang diangkat menjadi Wali sebagai Sunan Prawoto dan punya adik yang dikenal
sebagai Pangeran Seda Lepen. Pertikaian ini menjadi makin rumit karena para
wali juga berbeda pendapat. Di satu sisi Sunan Giri berpendapat bahwa yang
berhak menjadi Sultan adalah Sunan Prawoto karena dia adalah putra Sultan, tapi
Sunan Prawoto punya cela karena membunuh pamannya Pangeran Seda Lepen. Di sisi
lain Sunan Kudus lebih mendukung Aria Penangsang putra Pangeran Seda Lepen,
karena Aria Penangsang dianggap punya budi pekerti baik, dan kepasitasnya akan
bisa menakklukan wilayah timur yang masih dikuasasi kerajaan Syiwa-Budha,
bahkan bangsa dari barat mulai menguasasi sebagian wilayah nusantara.
Dalam sengketa penentuan pengganti Sultan Trenggono, Sunan
Prawoto dan istrinya terbunuh dan tersiar kabar bahwa pembunuhnya adalah
orang-orang Aria Penangsang. Aria Penangsang kemudian juga membunuh Pangeran
Hadiri, suami Ratu Kalinyamat. Keturunan Sultan Trenggono yang laki-laki adalah
putra Ratu kalinamat yang masih bayi. Insiden pembunuhan ini kemudian
memunculkan calon lain, yaitu Hadiwijaya, menantu Sunan Prawoto yang menjadi
Adipati Pajang. Nama Hadiwijaya, dalam Babad Demak, diusulkan oleh Sunan
Kalijaga. Akhirnya persaingan terjadi antara Hadiijaya adipati Pajang dan Aria
Penangsang Bupati Jipang.
![]() |
Senapan Pelontar Granat |
Dalam persaingan ini Hadiwijaya mndapatkan mandat dari Ratu Kalinyamat
agar bisa membalaskan kematian kakak dan suaminya oleh Aria Penangsang. Mediasi
yang dilakukan oleh para wali gagal, dan perebutan kekuasaan diselesaikan
melalui perang. Hadiwijaya mendapatkan banyak dukungan dari daerah lain dan
membuat sayembara untuk memberikan tanah bagi yang bisa membantunya mengalahkan
Aria Penangsang. Dalam perang di istana Bupati Jipang, Aria Penangsang akhirnya
tewas oleh pendukung Hadiwijaya yang dipimpin oleh Ki Gede Pemanahan dan Danang
Sutowijoyo. Hadiwijaya yang mudanya dikenal dengan Legenda Jaka Tingkir akhirnya
menjadi Sultan, memindahkan pusat pemerintahan di Pajang, kemudian mendirikan
Kesultanan Pajang.
Ki Gede Pemanahan dan anaknya Danang Sutowijoyo mendapatkan
tanah perdikan di hutan Mentaok, Yogyakarta. Ini menjadi rahasia berikutnya memasuki babak baru Kesultanan Mataram.
No comments:
Post a Comment