Agus Wibowo
Bahkan durjana takut berbuat jahat takut akan keberaniannya. Dewa-Bhatara (yang) lebih khayal dari yang khayal, tapi tampak di atas tanah. Begitu salah satu pujian Mpu Prapanca kepada Raja Hayamwuruk.
"Kid jaman now" punya
gaya dan bahasanya sendiri untuk memberi apresiasi. Meskipun begitu nenek
moyang menyediakan banyak stok gaya jika si kid mulai mati gaya dengan gayanya
sendiri. Salah satu sumber dari masa lalu adalah Kitab Negarkertagama, karya Mpu Prapanca yang didentifikasi oleh Profesor Slamet Mulyana
sebagai seorang pembesar urusan agama Budha bernama Dang Acarya Nadendra. Kitab
ini cenderung diingat berkaitan dengan wilayah kekuasaan Majapahit yang seluas Nusantara dan juga tentang Sumpah Palapa yang diikrarkan oleh Gajahmada.
Meskipun disebut sebagai karya pujasastra, tidak
banyak informasi tentang kalimat puja puji di dalam Negarakertagama kepada Raja
Majapahit dan keluarganya. Dalam Negara Kertagama, semua keluarga Raja Majapahit yang disebut oleh Mpu
Prapanca selalu disertai dengan pujian di belakangnya. Selain kepada Raja
Hayamwuruk, pujian-pujian juga diberikan kepada orang tua, bibi, paman, permaisuri,
putri, bahkan para saudari nenek Hayamwuruk dan buyutnya.
Kalimat pujian paling banyak tentu saja diberikan
kepada Hayamwuruk, Raja Majapahit ketika Negarakertagama ditulis. Mpu Prapanca
menyebut Hayamwuruk sebagai “menyapu duka rakyat dan tunduk setia segenap bumi
Jawa”. Lebih lengkap lagi Mpu Prapanca memuji dengan kalimat panjang “Pada
saat di dalam kandungan sudah menmpakkan keluhuran, di mana gunung Kamput
(Gunung Kelut) meletus, gemuruhnya membunuh durjana. Bahkan durjana takut
berbuat jahat takut akan keberaniannya. Dewa-Bhatara
(yang) lebih khayal dari yang khayal tapi tampak di atas tanah”.
Beberapa tokoh laki-laki yang disebut dan
diceritakan karakternya dengan pujian diantaranya: ayah Hayam Wuruk, Sri
Kertawardhana, yang disebut “teguh beriman demi perdamaian praja dan teguh
tawakal memajukan kemakmuran", serta paman Hayamwuruk Sri Wijayarajasa yang dipuji sbegai “rupawan bagai titisan Upendra dan masyur bagai sarjana". Beberapa tokoh
perempuan yang menjadi asaran pujian Mpu Prapanca diantaranya adalah
permaisuri dan putrinya. Permaisuri Hayamwuruk, putri Bre Wengker, dipuji
sebagai “paling cantik diantara istri dan putri di puri, paling jelita dan
memang pantas menjadi imbangan baginda”.
Tidak hanya di situ, kreativitas Mpu Prapanca dalam
memuji seperti tidak ada habisnya. Sebagian kecil diantaranya dicontohkan
sebagai:
- Sri Rajapadni, Nenek
Hayamwuruk: “seperti titisan Parama Bagawati memayungi jagat raya”.
- Bibi Hayam Wuruk, Ratu Daha: “cantik tak bertara”
- Rajasawardana, Adik ipar
Hayamwuruk: “sangat bagus lagi putus dalam naya”.
- Sri Singawardana, adik ipar
Hayamwuruk: “rupawan, bagus, sopan dan perwira, cinta sesama dan membuat puas
rakyat”.
- Kusumawardhani, putri
Hayamwuruk: “sangat cantik, jelita mata dan lengkung lampai”.
- Sri Wikramawardhana, keponakan
Hayamwuruk: bagai “titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri Narendra”.
- Surawardani, keponakan
Hayamwuruk: “indah laksana gambar”.
- Sang Prameswari Tribuwana, istri tertua Raden Wijaya: “luput dari cela”.
- Prameswari Mahadewi, istri kedua Raden Wijaya: “rupawan tak bertara”.
- Prajnyaparamita Jayendra dewi, istri ketiga Raden Wijaya: “cantik
manis menawan hati”.
-
Dyah Lembu Tal, disebut ayah Raden Wijaya: “dalam hidup atut
runtut sepakat sehati. Setitah raja diturut, menggirangkan pandang”.
Pujian
kepada Raja Majapahit dan keluarganya belum cukup bagi Mpu Prapanca. Untuk
makin meninggikan keluarga Kerajaan Majapahit, di kalimat awal Negarakertagama,
dia merendahkan dirinya dengan kalimat “Sembah pujiku orang hina ke bawah
telapak kaki pelindung jagat”.
Meskipun begitu ada yang aneh, Mpu Prapanca tidak
banyak memuji Tribuana Tunggadewi, ibu Hayamwuruk yang menjadi Ratu Majapahit
dan mengangkat Gajahmada menjadi patih. Terhadap
Tribuana Tunggadewi, pada pupuh 49, Mpu Prapanca menulis dengan dingin saja:
“Rani Jiwana Wijayatunggadewi bergilir mendaki tahta
Wilwatikta didampingi raja putera Singasari. Selama bertahta,
semua terserah kepada menteri bijak, Mada namanya".
Ada
rahasia apa sampaiMpu Prapanca tidak memuji tokoh yang merintis penyatuan Nusantara, mungkin tidak perlu dicari. Tapi kid jaman now setidaknya punya tetap perbedaharaan
puja-puji yang bisa disimpan dan digunakan pada saat dibutuhkan atau mungkin
menemukan jamannya kembali.***
No comments:
Post a Comment