Agus Wibowo
![]() |
Serat Pararaton di Perpustakaan Nasional |
Kitab Pararaton berkisah tentang
Ken Arok sebagai tokoh yang menurunkan raja-raja Jawa, mulai dari Kerajaan
Singasari sampai runtuhnya Kerajaan Majapahit. Penulis kitab ini tidak menyebutkan namanya, hanya menyebutkan waktu penulisan, yaitu tahun 1613 masehi. Kitab ini terdiri dari 18 pupuh, tapi pupuh pertama sepanjang hampir setengah dari keseluruhan naskah, yang mengisahkan Ken Arok dari bayi sampai menjadi raja dan menaklukkan Kediri.
Kitab ini menceritakan sosok dan
sepak terjang Ken Arok dari lahir, anak-anak, dewasa, menjadi raja sampai
wafat. Bahkan di bagian awal dikisahkan kehidupan ibunya ketika Ken Arok di
dalam kandungan. Singkat kisah, Ken Arok dilahirkan oleh seorang perempuan
istri petani bernama Ken Endok yang dibuat hamil oleh Dewa Brahma. Karena
dilahirkan tanpa ayah, bayi Ken Arok dibuang ke pemakaman bayi kemudian
ditemukan oleh pencuri yang tersesat dan melihat cahaya dari kuburan yang
ternyata berasal dari bayi Ken Arok. Mendengar kabar ada seseorang menemukan
bayi yang memancarkan cahaya, Ken Endok datang dan mengakui Ken Arok adalah
anaknya, meskipun mengijinkan sang pencuri mengangkat Ken Arok sebagai anak.
Setelah usia anak-anak, Ken Arok begitu sering membuat
masalah yang merepotkan orang tuanya. Ketika menjadi penggembala kerbau,
kerbaunya hilang sehingga orang tuanya dihukum menjadi budak. Ken Arok kabur
meninggalkan desa dan ditemukan seorang penjudi bernama Bonggo Samparan dan
diangkat anak karena dianggap membawa keberuntungan. Ken Arok pergi karena
sering ribut dengan anak-anak Bonggo Samparan dan bertemu anak Kepala Desa
Seganggeng bernama Tita dan kembali menjadi penggembala.
Berteman dengan anak kepala desa membuat nasib Ken Arok
membaik, dimana ia sempat mendapatkan pendidikan, belajar baca tulis dan
belajar tentang almanak. Hanya saja, kenakalan Ken Arok kembali muncul, bahkan
menjadi tindakan kriminal. Ketika tinggal berdua dengan Tita, Ken Arok sering
melakukan pembegalan kepada orang-orang yang lewat. Ulah Ken Arok menimbulkan
keresahan masyarakagt di lereng timur Gunung Kawi dan laporannya sampai ke
Kadipaten Tumapel bahkan sampai ke Istana Kerajaan Kediri di Daha. Ken Arok
menjadi buronan kerajaan, bersembunyi di hutan dan hidup dengan mencuri makanan
petani yang bekerja di sawah di pinggir hutan.
Dalam pelariannya Ken Arok sekali lagi diangkat anak oleh
pembuat emas dan dia diajarkan cara-cara pembuatan kerajinan dari emas sampai
tuntas. Singkat kisah, akhirnya Ken Arok bertemu dengan seorang pendeta Hindu
bernama Begawan Lohgawe dan kembali diangkat anak. Ken Arok diajak tinggal di
pertapaan Begawan Lohgawe dan mempelajari beberapa kitab. Begawan Lohgawe
kemudian mengantarkan Ken Arok ke istana Tumapel untuk mengabdi kepada Adipati
Tumapel yang bernama Tunggul Ametung. Atas jaminan Begawan Lohgawe, Tunggul
Ametung menerima Ken Arok untuk mengabdi di Tumapel, sampai akhirnya menjadi
orang kepercayaan sang Adipati. Dari sini kisah petualangan Ken Arok berganti
dari kenakalan dan kriminal ke petualangan kekuasaan.
Bermula dari cahaya yang dilihatnya pada kaki Ken Dedes yang
tersingkap, Ken Arok mulai mengembangkan ambisi kekuasaan begitu mendapatkan
penjelasan bahwa cahaya tersebut merupakan ‘jalan’ menuju pada kekuasaan. Ken
Arok menyusun rencana untuk membunuh Tunggul Ametung, untuk bisa menikahi Ken
Dedes yang menurut Lohgawe akan menurunkan raja-raja di Jawa. Singkat kisah,
dengan keris yang dipesan kepada Empu Gandring, Ken Arok berhasil membunuh
Tunggul Ametung. Bahkan Ken Arok berhasil menanamkan jasa besar dari pembuhunan
Tunggul Ametung, dengan mengorbankan Kebo Ijo yang dikenal sebagai pemilik
keris yang tertancap di tubuh Tunggul Ametung. Ken Arok dipercaya menjadi
penguasa Tumapel dan menikahi Ken Dedes.
Pararaton menceritakan bahwa Ken Arok punya beberapa anak, yang pertama adalah anak tiri
bernama Anusapati, anak Ken Dedes dengan Tunggul Ametung. Dari Ken Dedes dia
punya 4 anakbernama Mahisa Wong Ateleng, Apanji Saprang, Agnibaya, dan Dewi
Rimbu. Dengan istri muda Ken Umang, Ken Arok punya enak anak Panji Tohjaya,
Twan Wregola dan Dewi Rimbi.
Setelah berhasil meluaskan kekuasaan di wilayah sisi timur
Gunung Kawi, Ken Arok ingin memperluas kekuasaan dengan merebut wilayah sisi
barat Gunung Kawi yang dipimpin raja bernama Dandang Gendis. “Pucuk dicinta
ulam tiba”, keinginan Ken Arok mendapatkan dukungan dari para brahmana yang
marah kepada Dandang Gendis yang meminta para brahmana tunduk dan menyembah
Dandang Gendis karena kesaktiannya. Akhirnya terjadi perang antara Pasukan
Kediri dan Pasukan Tumapel pada tahun 1222, yang dimenangkan oleh pasukan Ken
Arok. Ken Arok menyatukan dua wilayah yang dipisahkan oleh Gunung Kawi, dan dia
memimpin dari Tumapel.
Setelah menyatukan dua kerajaan, Ken Arok malah menghadapi
ancaman perebutan kekuasaan dari anaknya bernama Anusapati, yang merupakan anak
Ken Dedes dari Tunggul Ametung yang dibunuh Ken Arok. Ken Arok dibunuh oleh
orang suruhan Anusapati yang akhirnya tahu ayahnya dibunuh oleh Ken Arok.
Anusapati dibunuh oleh putra Ken Arok dari Ken Umang setelah disergap dalam
permainan adu jago.
Pararaton menuliskan kisah Kerajaan Tumapel sampai di Puncak
Kejayaan ketika Wisnuwardana menjadi Raja dan mengubah nama kerajaan menjadi
Singasari, Sri Kertanegara menjadi raja dan melakukan ekspedisi Pamalayu sampai
keruntuhannya oleh pemberontakan yang dilakukan oleh Bupati Gelang-Gelang bernama Jayakatwang.
Raden Wijaya
Mendirikan Majapahit
Kisah lain yang ditulis secara detil adalah tentang Raden
Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit. Sosok Raden Wijaya muncul ketika terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh Pasukan Jayakatwang. Ketiga terjadi kerusuhan
di sisi utara, Raden Wijaya diperintah Sri Kertanegara untuk menumpas. Ternyata
datang serang lebih besar dari selatan yang langsung mengepung istana. Raden
Wijaya berhasil menumpas kerusuhan di utara kota, tapi Istana Singasari sudah
dihancurkan musuh dan Raja Kertanegara wafat dalam serangan Pasukan
Jayakatwang.
Raden Wijaya dan pasukan sempat melakukan perlawanan untuk
membebaskan putri Kertanegara yang ditawan, justru menjadi buronan pasukan
Jayakatwang, kemudian memutuskan untuk meminta perlindungan kepada Aria
Wiraraja di Sumenep di Pulau Madura. Aria Wiraraja menerima dengan baik dan
bersedia membantu Raden Wijaya untuk merebut kembali kekuasaan dari
Jayakatwang. Diceritakan bahwa Raden Wijaya berjanji memberikan separuh wilayah
kerajaan apabila berhasil mengalahkan Jayakatwang yang berkuasa di Kediri.
Setelah berpura-pura takluk dan mengabdi, Raden Wijaya
mendapatkan kepercayaan untuk membaka hutan Tarik dan membangun kekuatan.
Koalisi Raden Wijaya dan Aria Wiraraja berhasil mengalahkan Jayakatwang dengan
memanfaatkan pasukan Mongol yang datang untuk menghukum Sri Kertanegara,
kemudian pasukan Mongol diusir dengan tipu muslihat dan perang gerilya. Pada
babak ini, Pararaton menceritakan kehebatan Aria Wiraraja yang punya banyak
akal dan semuanya berhasil. Kerajaan Majapahit pun dideklarasikan pada 10
November 1293, Raden Wijaya dilantik menjadi raja dengan gelar Kertarajasa
Jayawardana. Aria Wiraraja dan keluarganya menempati posisi-posisi strategis di
Kerajaan Majapahit dan Aria Wiraraja mendapatkan separuh wilayah yang
membentang di timur Gunung Kawi dengan pusatnya di Lumajang.
Peristiwa Penting di
Masa Majapahit
Kisah tentang Majapahit banyak berkaitan dengan beberapa
peristiwa penting, diantaranya Kedatangan Pasukan ekspedisi Pamalayu,
Pemberontakan Ranggalawe, Pemberontakan Sora, Pemberontakan Nambi,
Pemberontakan Kuti, Pembunuhan Jayanegara, Perang Bubad, Perang Paregreg,
sampai Perang antara Bre Kertabhumi dan Singhawikramawardhana yang berakhir pada
tahun 1400 Saka atau 1478 masehi –yang kemudian memunculkan candra sengkala
tahun yang terkenal oleh Babad Tanah Jawi yaitu “Sirna Ilang Kertaning Bhumi”
yang berarti yahun 1400, yang banyak dipahami sebagai tahun hilangnya Kerajaan
Majapahit.
Nama Gajah Mada muncul di bagian ini, ketika terjadi
Pemberontakan Kuti pada saat Gajah Mada menjadi komandan jaga istana yang
bernama Pasukan Bayangkara. Bekel Gajah Mada membawa Raja Jayanegara sampai ke
Desa Badander di Bojonegoro, ketika Istana Kerajaan dikuasai oleh Ra Kuti.
Gajah Mada kemudian berhasil mengalahkan Ra Kuti dan mengembalikan Jayanegara
kembali ke Istana. Atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi patih di
Kahuripan, kemudian menjadi patih di Daha.
Ketika Tribuana Tunggadewi menjadi ratu, Gajah Mada ditawari
untuk menjadi mahapatih Majapahit karena Arya Tadah merasa sudah tua dan
sakit-sakitan. Gajah Mada awalnya tidak bersedia, tapi kemudian bersedia
setelah padamnya pemberontakan di Sadeng dan Keta, dua wilayah yang ada di
wilayah bekas kekuasaan Aria Wiraraja yaitu di Jember dan Panarukan.
Pelantikan Gajah Mada menjadi mahapatih Majapahit menjadi
peristiwa yang monumental karena dia mengucapkan sumpah Amukti Palapa dalam
pidato pengukuhannya. Sumpah ini dianggap menjadi titik awal penyatuan wilayah
nusantara di bawah kepemimpinan Majapahit. Sumpah Palapa di masa Orde Baru
diabadinya menjadi nama satelit yang menyatukan wilayah Indonesia dalam satu
jaringan komunikasi.
Nilai Sejarah
Pararaton
![]() |
Prasasti Mula Malurung di Museum Nasional |
Pada bagian awal, kitab Pararaton berisi kisah yang bersifat
legenda dan mistik, seperti Ken Endok yang hamil dari sesosok dewa, bayi Ken
Arok yang memancarkan cahaya dan lain-lain. Hal ini mengesankan bahwa kisah
tentang Ken Arok lebih mirip sebagai sebagai legenda. Apalagi Pararaton ditulis
oleh penulis yang tidak menyebutkan namanya, dan ditulis pada abad 16, atau 300
tahun setelah berdirinya kerajaan Singasari di tahun 1222. Meskipun begitu,
beberapa informasi yang diceritakan dalam Kitab Pararaton terkonfirmasi oleh
beberapa bukti sejarah yang berupa prasasti.
Tentang Tumapel yang melepaskan diri dari Kediri di tahun
1205 terkonfirmasi pada Prasasti Lawadan yang dibangun atas perintah Kertajaya.
Al kisah Kertajaya mengerahkan pasukan untuk menghukum Ken Arok yang memisahkan
diri dari Kediri. Dalam peperangan ini pasukan Kediri kalah dan Kertajaya
mundur melarikan diri dan mendapatkan perlindungan dari penduduk Desa Lawadan
di Tulungagung. Atas jasa penduduk ini, Kertajaya memberikan penghargaan berupa
tanah perdikan yang dikukuhkan melalui Prasasti Lawadan.
Bukti sejarah lain adalah Prasasti Mula Malurung yang dibuat
pada tahun 1255 atas perintah Raja Singasari Wisnuwardana yang dilaksanakan
oleh Kertanegara sewaktu menjadi raja muda dan beristana di Kediri. Prasasti yang ditulis dalam 12 lempeng tembaga ini menuliskan silsilah dan keluarga
kerajaan Singasari, bahkan keturunan Kertajaya yang dikalahkan oleh Ken Arok di
tahun 1222. Dibandingkan dengan Prasasti Mula Malurung, informasi tentang istri
dan anak-anak Ken Arok relatif tepat. Informasi yang tidak akurat di dalam
Pararaton adalah tentang posisi raja yang kesannya hanya satu saja yang
berkedudukan di Singasari.
Dalam Prasasti Mula Malurung dijelaskan bahwa setelah
mengalahkan Kertajaya, Ken Arok tetap berkuasa di Istana Singasari sedangkan di
istana Kediri Ken Arok menempatkan putranya sulunya dari Ken Dedes, yaitu
Mahisa Wongateleng. Setelah Ken Arok terbunuh di istana, Anusapati naik tahta
di Singasari sedangkan di istana Kediri tetap Mahisa Wongateleng yang kemudian
digantikan oleh adiknya Agnibaya atau Guningbaya. Setelah Anusapati terbunuh pada
penyergapan dalam permainan sabung ayam, Tohjaya naik tahta di Kediri
menggantikan Agnibaya, sedangkan Anusapati digantikan oleh putranya bernama Wisnuwardana.
Melalui kerjasama dengan putra Mahisa Wongateleng, Wisnuwardana mengalahkan
Tohjaya dan menyatukan kembali istana Singasari dengan istana Kediri. Dalam hal
ini Wisnuwardana menjadi raja berkedudukan di Singasari, dan mendudukkan
putranya Kertanegara menjadi raja muda di istana Kediri.
Informasi sampai Kertanegara sampai masa Majapahit bisa relatif
banyak kesamaan dengan sumber sejarah lainnya, seperti Kertanegara dan beberapa
prasasti. Ketidaksesuaian ditemukan berkaitan dengan waktu terjadinya
peristiwa. Pemberontakan Ranggalawe dan pembangkangan Sora dalam versi
Pararaton terjadi di masa raja kedua Majapahit, sementara sumber lain mencatat,
kedua peristiwa tersebut terjadi pada masa Raden Wijaya menjadi raja. Terlepas
dari perbedaan tentang waktu terjadinya peristiwa, banyak kisah dan informasi yang
disampaikan dalam Pararaton merupakan peristiwa yang memang terjadi dan tentang
tokoh-tokoh yang memang ada –bukan rekaan semata.
Sumber Rujukan
- Terjemahan Serat Pararaton - Alang-alang Kumitir
- Terjemahan Kakawin Negarakertagama - Prof Slamet Mulyana.
- Terjemahan Prasasti Mula Malurung - Siwi Sang
No comments:
Post a Comment