Agus Wibowo
Prasasti Kamalagyan
ditemukan di Dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
Prasasti ini dibuat dari lempeng batu andesit besar yang ditegakkan, dengan
ukuran lebar 115 sentimeter, tebal 28 sentimeter dan tinggi 215 sentimeter. Selain
prasasti utama dalam ukuran besar, ada juga batu kecil di sampingnya. Pesan di prasasti ditatah dalam huruf Jawa Kuno dan dalam bahasa Jawa Kuno. Tulisan yang ditemukan dan bisa dibaca sebanyak 23 baris. Prasasti
ini termasuk prasasti yang masih ada ditempatnya, dimana saat ini dilindungi
dengan bangunan joglo berlantai dan beratap, yang melindungi prasasti dari
panas matahari dan hujan.
Prasasti
ini menjelaskan tentang pembangunan bendungan di Wringin Sapta yang dilakukan
oleh Raja Erlangga bersama dengan rakyat. Bendungan dibangun untuk
mengatasi banjir yang sering menerjang beberapa desa maupun tanah perdikan.
Beberapa desa di daerah hilir yang sering banjir diantaranya Desa Lusun, Panjuwan, Sijanatyesan,
Panjiganting, Talan, Dasapangkah dan dan
Desa Pangkaja. Selain desa pertanian tersebut ada juga beberapa daerah sima,
diantaranya Kalang, Kalagyan, Thani Jumput dan beberapa tempat peribadatan
seperti biara-biara, bangsal-bangsal kamulan untuk para pertapa, bangunan suci
tempat pemujaan dewa, dan pertapaan-pertapaan, terutapa daerah Labapura bagi
sang Hyang Dharmma ring Isanabhawana di Surapura.
Banjir ini sering menghancurkan sawah-sawah, sehingga pajak yang masuk kas kerajaan menjadi berkurang. Tidak sekali dua kali rakyat membuat
tanggul, tetapi tidak berhasil menanggulangi banjir.
Raja Erlangga pun akhirnya mengerahkan seluruh rakyat untuk bekerja bakti membuat bendungan.
Prasasti menyebutkan bahwa pembuatan bendungan oleh raja ini begitu kukuh dan kuat sehingga bisa menahan aliran air Sungai Brantas, yang dipecah menjadi
dua dan dialirkan ke arah utara. Bendungan ini langsung dirasakan manfaatnya oleh desa-desa
pertanian karena sawah-sawah dapat dikerjakan lagi. Selain bermanfaat untuk pertanian, bendungan
Waringin Sapta juga memberikan manfaat bagi perdagangan yang banyak dilakukan
melalui melalui sungai dengan moda transportasi perahu. Disebutkan bahwa
“Bersukacitalah mereka yang berperahu ke arah hulu, mengambil dagangan di
Hujung Galuh, termasuk para pedangang dan nahkoda dari pulau-pulau lain yang
berkumpul di Hujung Galuh (Surabaya)”.
Menimbang besarnya manfaat bendungan bagi pertanian dan
perdagangan dari daerah hulu ke hilir, raja berpikir tentang kemungkinan penghancuran yang dilakukan oleh musuh. Untuk itu, Raja Erlangga
memberikan tugas kepada masyarakat di beberapa desa untuk
menjaga bendungan, terutama kepada penduduk Desa Kamalagyan. Sebagai imbalannya penduduk
Desa Kamalagyan diberikan imbalan berupa bagian pajak. Mereka mendapatkan bagian pajak seperti yang
telah disebutkan di atas, yaitu jumlah yang dikurangkan dari pajak yang
semestinya disetor ke kas kerajaan. Imbalan berupa pengurangan pajak ini
dijelaskan cukup detil di dalam prasasti, diantaranya sebagai berikut:
- 1. Pajak dari wilayah pangkaja, kebon sirih, tepian
sungai dan rawa-rawa yang sebesar emas 17 swarna, 14 masa, 4 kupang dan 4 satak
dikurangi 10 suwarna untuk diserahkan kepada raja setiap bulan Asuji.
2. Pajak dari Desa Kamalagyan sebesar 2 swarna dan
10 masa emas dikurangi 2 swarna untuk diserahkan kepada warga hatur.
- 3. Dari kakalangan yang pajaknya sebesar 1 masa dan
2 kupang dikurangi 1 masa untuk diterimakan kepada warga pati.
Tiga sumber pemotongan pajak tersebut diberikan kepada Desa
Kamalgyan untuk menjaga dan memelihara bendungan, sementara pajak perdagangan
yang dilakukan di desa tersebut yang berupa mata uang perak, tidak dikurangi.
Prasasti ini memberikan
jaminan bahwa pemimpin Desa Kamalagyan bertanggungjawab langsung kepada raja,
tidak kepada pejabat kerajaan lainnya, apalagi pemungut pajak. Peneguhan tentang tugas kepada penduduk Kamalgyan untuk mengamankan
bendungan ini dilakukan karena Raja Erlangga merasakan masih adanya potensi
ancaman dari adanya kerajaan yang belum menerima kepemimpinan Erlangga di Tanah
Jawa. Salah satu diantaranya adalah Kerajaan Wengker yang pemberontakannya baru
dipadamkan kurang lebih satu minggu sebelum prasasti dibuat.
Prasasti dimulai dengan penyebutan waktu yaitu “ Swasti Cakawarcatita
959 marggaciramas” atau 10 November 1037. Di baris kedua dan ketiga disebutkan nama
pejabat kerajaan, yaitu: (1) Maharaja Rake Hulu Sri Lokecwara Dharmmawanca
Airlangganama Prasadottungadewa, (2) Rakyan Mahamantri i Hino yang bernama Sri Sangramawijaya Prasadottungadewi,
(3) Rakyan Kanuruhan yaitu pu Dharmmamantri Narottamajana.
Dari nama kedua diidentifikasi bahwa yang berkedudukan
sebagai pewaris tahta kerajaan adalah Sri Sangramawijaya Prasadottunggadewi,
putri sulung Erlangga. Meskipun begitu, dari beberapa sumber berupa prasasti
maupun kakawin, putri sulung Erlangga ini tidak bersedia menjadi ratu Kahuripan
dan lebih memilih menjadi resi, yang dalam cerita rakyat dikenal sebagai Dewi
Kilisuci.
Sumber
2. Slamet Mulyana, Prof. Dalam Negarakertagama.
No comments:
Post a Comment